Jasa Penulisan Makalah - Membahas tema yang berkaitan dengan ranah teologi, maka tidak bisa dihindarkan dengan munculnya berbagai macam aliran-aliran yang memiliki corak yang berbeda-beda. Ada Mu'tazilah, Jabariyah, Asy'ariyah, dll. Disini akan dibahas mengenai perbandingan antar aliran tentang kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan.
1.Aliran
Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan
sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan
oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia serta adanya hukum alam
(sunatullah) yang menurut Al-Qur’an tidak pernah berubah.[1]
Oleh sebab itu, dalam Mu’tazilah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di tengah alam semesta.[2]
Dalam pemahaman Mu’tazilah,
Tuhan tidaklah memperlakukan kehendak dan kekuasaan-Nya secara mutlak, tetapi
sudah terbatas. Selanjutnya, aliran Mu’tazilah mengatakan, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Abd Al-jabbar, bahwa keadilan Tuhan mengandung arti Tuhan
tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan
kewajiban-kewajiban-Nya kepada manusia,
dan segala perbuatan-Nya adalah baik.[3]
![]() |
Konsep Ketuhanan Agama Islam |
Ayat-ayat Al-Qur’an
dijadikan sandaran dalam memperkuat pendapat Mu’tazilah adalah ayat 47 surat
Al-Anbiya [21], ayat 54 surat Yasin [36],ayat 46 surat Fushshilat [41],ayat 40
surat An-Nisa [4], dan ayat 49 surat Kahfi [18].
Keadilan Tuhan
menurut konsep Mu’tazilah merupakan titik tolak dalam pemikirannya
tentang kehendak mutlak Tuhan. Keadilan Tuhan terletak pada keharusan adanya
tujuan dan perbuatan dalam perbuatan-perbuatan-Nya, yaitu kewajiban berbuat
baik dan terbaik bagi makhluk dan memberi kebebasan kepada manusia. Adapun
kehendak mutlak-Nya dibatasi oleh keadilan Tuhan itu sendiri.[4]
Baca juga: Pemikiran Teologi Ulama Modern.
2. Aliran Asy’ariyah
Kaum Asy’ariyah, kaum ini percaya padakemutlakan kekuassaan
Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong
Tuhan untu berbuat sesuatu samata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlakNya
dan bukan karena kepentingan mnusia atau tujuan yang lain.[5]
Mereka mengartikan keadilan dengan menempatkan seuatu pada tempatnya, yaitu
mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakan
sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian, keadilan Tuhan mengandung arti
bahwa Tuhan punya kekuasaan mutlak terhadap
makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak hati-Nya.[6]
Tuhan meberi pahala kepada hamba-Nya atau memberi siksa dengan sekehendak
hati-Nya, dan itu semuu adalah adil bagi Tuhan.[7]
Justru tidaklah adil jika Tuhan tidak dapat berkehendak sesuai dengan kehendak
hati-Nya karea Dia adalh penuasa mutlak. Sekianya Tuhan menghendaki semua
makhluk-Nya masuk kedalam surga atau pun neraka, itu adalah adil karena Tuhan
berbuat dan membuat hukum menurut kehendak-Nya.[8]
Alira Asy’ariyah, yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya
yang kecil dan manusia tidak mempunyai kebebasan atas kehendak dan
perbuatannya, mengemukakan bahwa kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan haruslah
berlaku semutlak-mutlaknya. Al-Asy’ari sendiri menjelaskan bahawa Tuhan
tidak tunduk kepada siapapun dan tidak satu dzat lain diatass Tuhan yang dapat
membuat hukum serta menentukan apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh
dibuat Tuhan. Malah lebih jauh dikatakan oleh Al-Asy’ari, kalau memang
Tuhan menginginkan, ia dapat saja meletakkan beban yang tak terpikul oleh
manusia.[9]
Beberapa Ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan sandaran oleh aliran Asy’ariyah
untuk memperkuat pendapatnya adalah: surat Al-Buruj Ayat 16
فعالى
لما يريد
“ Mahakuasa berbuat apa yang dikehendakinya”
Surat Yunus Ayat 99
ولوشاءربك
لامن من فى الارض كلهم جميعا أفأنت تكره الناس حتى يكونوا مؤمنين
“ Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di
muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang beriman semuanya?"
Ayat-ayat tersebut difahami Asy’ari sebagai peernyataan
tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Kehendak Tuhan mesti berlaku. Bila
kehendak Tuhan tidak berlaku, itu berarti Tuhan lupa, lalai, dan lemah untuk
melaksanakan kehendak-Nya itu, sedangkan sifat lupa, lalai, apalagi lemah,
adalah sifat muchal (mustahil) bagi Allah. Oleh sebab itu, kehendak tuhan
tersebutlah yang berlaku, bukan kehendak yang lain. Manusia berkehendak
setelaah Tuhan sendiri menghendaki agar manusia berkehendak. Tanpa dikehenaki
oleh Tuhan, manusia tidak akan berkehendak apa-apa. Ini berarti kehendak da
kekuasaan Tuhan berlaku seemutlak-mutlaknya dan sepenuh-penuhnya. Tanpa makna
itu, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan tidak memiliki arti apa-apa.[10]
Karena menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, aliran Asy’ariyah
memberi makna keadilan Tuhan dengan pemaham bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan
mutlak terhadap mkhluk-Nya dan dapat berbuat skehendak hati-Nya. Degan
demikian, ketidak adilan difahami dalam arti
Tuhan tidak dapat berbua skehendak hati-Nya terhadap makhluk-Nya. Atau dengan
kata lain, dikatakan tidak adil, bila yang difahami Tuhan tidak lagi berkuasa
mutlak terhadap milik-Nya. Baca juga: Pengantar Ilmu Mantiq " Sullamul Munauroq".
Dari uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa keadilan Tuhan
dalam konsep Asy’ariyah terletak pada kehendak mutak-Nya.[11]
3. Aliran Maturidiyah
Dalam memahami kehendak
mutlak dan keadilan Tuhan, aliran ini terpisah menjadi dua, yaitu Maturadiyah
Samarkand dan Maturidiyah bukhara.
Pemisahan ini disebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi penggunaan
akal dan pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan.[12]
Kehendak mutlak menurut Maturadiyah Samarkand, dibatasi oleh
keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah
baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan
kewajiban-kewajiba-Nya tehadap manusia. Oleh karena itu, Tuhan tidak akan
meberi beban yang terlalu berat kepada manusia dan tidak sewenwng-wenang dalam
memberikan hukum karena Tuhan tidak brbuat dzalim. Tuhan akn meberikan upah
atau hukuman kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.[13]
Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasan mutlak. Tuhan berbuat
apa saja yang dikehendaki-Nya dan menetukan segala-galanya. Tidak ada yang
dapat menetang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.[14]
Lebih jauh lagi, Maturidiyah Bukhara berpendat bahwa
ketidakadilan Tuhan haruslah difahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan. Secara jelas, Al-Bazdawi mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai
tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos, Tuhan
berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti, bahwa alam tidak diciptakan Tuhan
untuk kepentingan manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan
diletakkan untuk kepentingan manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.[15]
Daftar Pustaka
Rozak Prof. Dr. Abdul, M.Ag. dan Prof. Dr. Rosihin
Anwar, M.Ag., Ilmu Kalam, Pustaka Setia,
Bandung
Yunan Yusuf, Alam Pikiran
Islam:Pemikiran Kalam, Perkasa, Jakarta, 1990
Harun Nasution, Teologi Islam:
Aliran-aliran Sejaarah Analisa Perbandingan, UI Press. Jakarta, 1997
Ibid
Asy-Syahrastani, Al-Minal wa An-Nihal, Dar Al-Fikr,
t.t.,
[1] Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam:Pemikiran Kalam, Perkasa, Jakarta,
1990, hlm. 80.
[2] Rozak Prof. Dr. Abdul, M.Ag. dan Prof. Dr. Rosihin Anwar, M.Ag., Ilmu
Kalam, Pustaka Setia, Bandung, hlm. 182.
[3] Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam:Pemikiran Kalam, Perkasa, Jakarta,
1990, hlm. 85.
[4] Rozak Prof. Dr. Abdul, M.Ag. dan Prof. Dr. Rosihin Anwar, M.Ag., Ilmu
Kalam, Pustaka Setia, Bandung, hlm. 183.
[5] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejaarah Analisa
Perbandingan, UI Press. Jakarta, 1997,h lm 118
[6] Ibid, hlm. 125
[7] Asy-Syahrastani, Al-Minal wa An-Nihal, Dar Al-Fikr, t.t., hlm. 102
[8] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejaarah Analisa
Perbandingan, UI Press. Jakarta, 1997,hlm 125-126
[9] Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam:Pemikiran Kalam, Perkasa, Jakarta,
1990, hlm. 82.
[10] Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam:Pemikiran Kalam, Perkasa, Jakarta,
1990, hlm. 84.
[11] Rozak Prof. Dr. Abdul, M.Ag. dan Prof. Dr. Rosihin Anwar, M.Ag., Ilmu
Kalam, Pustaka Setia, Bandung, hlm. 186.
[12] Rozak Prof. Dr. Abdul, M.Ag. dan Prof. Dr. Rosihin Anwar, M.Ag., Ilmu
Kalam, Pustaka Setia, Bandung, hlm. 186
[13] Ibid, hlm 187
[14] Ibid, hlm 121-122
[15] Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam:Pemikiran Kalam, Perkasa, Jakarta,
1990, hlm. 89.
0 Response to "Perbandingan Antar Aliran: Kehendak Mutlak Tuhan dan Keadilan Tuhan"
Post a Comment