Jasa Penulisan Makalah - Berbicara mengenai tema aqidah islam, maka kita akan membahas tentang suatu tema yang berkaitan dengan konsep tauhid (ketuhanan). Sejak dulu sampai sekarang, diskusi mengenai aqidah Islam, maka tidaklah terlepas dari berbagai aliran-aliran tauhid yang berkembang dalam sejarah Islam.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
lmu
kalam merupakan objek kajian berupa ilmu pengetahuan dalam agama Islam yang
dikaji dengan menggunakan dasar berfikir berupa logika dan dasar
kepercayaan-kepercayaaan pribadi atau suatu golongan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
akan eksistensi atau keberadaan Tuhan.
Adapun tujuan utama dari ilmu kalam adalah
untuk menjelaskan landasan keimanan umat Islam dalam tatanan yang filosofis dan
logis. Bagi orang yang beriman, bukti mengenai eksistensi dan segala hal yang
menyangkut dengan Tuhan yang ada dalam al-Qur’an, Hadits, ucapan sahabat yang
mendengar langsung perkataan Nabi dan lain sebaganya, sudah cukup. Namun
tatkala masalah ini dihadapkan pada dunia yang lebih luas dan terbuka, maka
dalil-dalil naqli tersebut tidak begitu berperan. Sebab, tidak semua orang
meyakini kebenaran al-Qur’an dan beriman kepadanya. Karenanya diperlukan lagi
interpretasi akal terhadap dalil yang sudah ada dalam al-Qur'an tersebut untuk
menjelasakannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Apa saja Dasar-Dasar Normatif
(al-qur’an-hadist) dan Filosofis Keimanan?
2.
Bagaimana Aqidah Pokok dan Furu’ dalam Islam?
3.
Bagaimana Kerangka Berfikir Aliran-Aliran
Ilmu Kalam?
4.
Bagaimana cara bersikap Arif dan Inklusifisme dalam Beraqidah?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui Dasar-Dasar Normatif (al-qur’an-hadist) dan Filosofis
Keimanan
2. Mengetahui Aqidah Pokok dan Furu’ dalam Islam
3. Mengetahui Kerangka Berfikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam
4. Mengetahuicara bersikap Arif dan Inklusifisme dalam Beraqidah
![]() |
Aqidah Islam |
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Dasar-dasar Normatif (al-qur’an-hadits) dan
Filosofi Keimanan
a. Al-quran
Sebagai dasar dan
sumber ilmu kalam, Al-quran banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan
masalah ketuhanan, diantaranya adalah[1]:
Artinya:
“Allah tidak beranak
dan tidak pula diperanakan (3) dan tidak ada sesuatu yang sama denganDia (4)”
Dan masih terdapat
banyak lagi ayat-ayat yang berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan,
tuntunan dan hal-hal lain yang berkenaan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja
penjelasan rincinya tidak ditemukan.
b. Hadis
Hadis Nabi SAW pun
banyak membicarakan masalah-masalah yang dibahas ilmu kalam yang dipahami
sebagian ulama sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan
dalam ilmu kalam, diantaranya adalah:
“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. ia mengatakan bahwa
Rasulullah bersabda, “orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh
puluh dua golongan, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh golongan.”
Filosofi
keimanan itu sama halnya dengan Filosofi ketauhidan.[2]
Secara etimologi, kata tauhid berasal dari bahasa Arab, bentuk mashdar dari
kata وحّد
, artinya mengesakan. Sedangkan secara terminologi, terdapat beberapa definisi
yang dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut: Menurut Syeikh Muhammad
Abduh, tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah Swt,
sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan
kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan
dari-Nya. Dengan redaksi yang berbeda dan sisi pandang yang lain Ibnu Khaldun
mengatakan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang berisi alasan-alasan dari akidah
keimanan dengan dalil-dalil ‘aqliyah dan berisi pula alasan-alasan bantahan
terhadap orang-orang yang menyelewengkan akidah salaf dan ahlisunnah. Baca juga : Pemikiran Teologi Ulama Modern 'Abduh Ahmad Khan Iqbal.
Selama
hidupnya, Rasulullah Saw berjuang dengan gigih menegakkan tauhid di tengah
masyarakat yang hidup dalam kekafiran dan kemusyrikan. Tauhid adalah meyakini
keesaan Allah Swt dalam rubûbiyyah, ikhlas beribadah kepadanya, serta
menetapkan baginya nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dengan demikian tauhid ada
tiga macam tauhid rubûbiyyah, ulûhiyyah, dan asmâ wa sifât
Tauhid
rubûbiyyah yaitu mengesakan Allah Swt dalam segala perbuatan-Nya dengan
meyakini bahwa dia sendiri yang menciptakan segala makhluk. Tauhid tidak hanya
sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi harus dihayati dengan
baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan
baik dan benar, seseorang akan menyadari kewajibannya sebagai hamba Allah Swt
dengan sendirinya.. Hal ini akan nampak dalam ibadahnya maupun dalam
kehidupannya sehari-hari.
Tujuan Ilmu Tauhid diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Sebagai sumber dan
motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2. Membimbing manusia ke
jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan
penuh keikhlasan.
3. Mengeluarkan jiwa
manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapa menyesatkan.
4. Mengantarkan manusia
kepada kesempurnaan lahir dan batin
2.2.
Aqidah
pokok dan Furu’ dalam Islam.
2.2.1. Definisi Aqidah
Menurut Bahasa
Kata “aqidah” diambil dari kata al-‘aqdu,yakni
ikatan dan tarikan yang kuat. Ia juga berarti pemantapan, penetapan,
kait-mengait, tempel-menempel, dan penguatan[3].
Perjanjian dan penegasan sumpah juga disebut ‘aqdu. Jual-beli pun
disebut ‘aqdu, karena ada keterikatan antara penjual dan pembeli dengan ‘aqdu
(transaksi) yang mengikat. Termasuk juga sebutan ‘aqdu untuk kedua
ujung baju, karena keduanya saling terikat. Juga termasuk sebutan ‘aqdu untuk
ikatan kain sarung, karena diikat dengan mantap.
Menurut Istilah Umum
Istilah
“aqidah” di dalam istilah umum dipakai untuk menyebut keputusan
pikiran yang mantap, benar maupun salah. Jika keputusan pikiran yang mantap itu
benar, maka itulah yang disebut aqidah yang benar, seperti keyakinan umat Islam
tentang ke-Esa-an Allah. Dan jika salah, maka itulah yang disebut aqidah yang
batil, seperti keyakinan umat Nashrani bahwa Allah adalah salah satu dari tiga
oknum tuhan (trinitas).
Istilah
“aqidah” juga digunakan untuk menyebut kepercayaan yang mantap dan
keputusan tegas yang tidak bisa dihinggapi kebimbangan. Yaitu apa-apa yang
dipercayai oleh seseorang, diikat kuat oleh sanubarinya, dan dijadikannya
sebagai madzhab atau agama yang dianutnya, tanpa melihat benar atau tidaknya serta
merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada
sesuatu.
Aqidah Islamiyah
Iman kepada Allah Swt
artinya meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt itu wajib tersifati dengan
sifat yang wajib bagi-Nya, mustahil memiliki sifat yang mustahil bagi-Nya[4], dan
memiliki sifat yang jaiz bagi-Nya yaitu berkehendak atau tidak berkehendak, serta seluruh muatan Al-Qur’an Al-Karim dan
As-Sunnah Ash-Shahihah berupa pokok-pokok agama, perintah-perintah dan
berita-beritanya, serta apa saja yang disepakati oleh generasi Salafush Shalih
(ijma’), dan kepasrahan total kepada Allah Ta’ala dalam hal keputusan
hukum, perintah, takdir, maupun syara’, serta ketundukan kepada
Rasulullah dengan cara mematuhinya, menerima keputusan hukumnya dan mengikutinya
Yang dimaksud aqidah pokok dalam islam adalah rukun iman, berbeda dengan yag
lainya konsep iman dengan lansung dipengaruhi oleh teori mengenai kekuatan akal
dan fungsi wahyu.akidah pokok yang di percayai oleh tiap tiap muslimin.[5]
yang termasuk unsur pertama dari unsur keimanan
ialah mempercayai.[6]
Rukun
Iman ada 6 yaitu :
1.
Iman
kepada Allah
Inti pokok dalam ajaran islam dalam
alquran adalah akidah dalah tauhid yakni keyakinan bahwa Allah SWT maha Esa ,
tidak ada tuhan selain nya .
2.
Iman
kepada malaikat malaikat allah.
Menurut
ketetapan alqur’an malaikat malaikat itu aalah alam ghaib , bukan alam benda ,
sifat dan keadaan malaikat itu adalah
a. Dapat menampakkan dirinya di alam benda.
b. Mahluk Allah dan Hambanya.
c. Petugas dalam urusan yang berhubung
dengan jiwa dan semangat.
3.
Iman kepada kitab kitab allah
Sebagai kelanjutan iman kepada Allah dan
malaikat malaikat , sebagai penghubung risalat yang di bawa oleh malaikat
kepada osul rosul untuk disampaikan kepada umat manusia. Risalat itu adalah
kitab kitab suci yang turun dari langit mengandung ajaran Allah di bidang
Aqidah , ibadat , pokok pokok halal dan haram . karena islam menuntut supaya
manusia iman kepada seluruh kitab suci, baik yang turun kepada nabi Muhammad
atau kepada rekan rekanya.
4.
Iman kepada rosul rosul allah
Sebagaimana islam menuntut supaya iman
kepada malaikat dalam pencapaian pimpinan utama bagi manusia,begitu pula islam
menuntut supaya iman kepada rasulnya sebagai pihak yang berhubungan lansung
dengan manusia.
5.
Iman kepada hari kiamat.
Yang
kelima yakni iman kepada hari ahir atau hari kiamat, alquran menyebutkan hari
itu dengan istilah hari kemudian (Ahirat ). Menurut petunjuk alquran , hari
ahirat itu bagai perhentian terahir dari pengembaraan manusia di sunia, dan bertemulah
tujuan manusia ini untuk apa dia di ciptakan tuhan.
Firman
Allah
“ dan bahwa manusia itu
memperoleh apa yang di usahakannya, dan bahwa hasil usahanya nanti akan
dilihatnya. Kemudian itu diberikan kepadanya balasan yang cukup . dan kepada
tuhan engkau ahir tujuannya”
6.
Iman kepada qadha dan qadar.
Pokok pokok Aqidah Islam adalah seluruh
agama yang datang dari tuhan, apa yang tersebut diatas adalah akidah pokok
ajaran islam menekankan bahwa “Aqidah adalah pokok aqidah dari seluruh agama
yang datang dari tuhan. Di tegaskan pula bahwa agama yang tidak berdasarkan
aqidah tersebut dapat dikatakan agama yang batil dan tiada yang mempunyai nilai
Allah
berfirman “ sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu” (Alhujarat:13)
1.
Pokok
ajaran islam
Sebagaimana yang telah diketahui
bahwa ajaran islam ini adalah ajaran yang paling sempurna, karena memang
semuanya ada dalam islam, mulai dari urusan buang air besar sampai urusan
Negara, islam telah memberikan petunjuk di dalamnya. Allah berfirman “ pada
hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu
nikmatku, telah ku ridhai islam menjadi
agama bagimu (al-maidah:3)
2.
Berserah
Diri Kepada Alloh Dengan Merealisasikan Tauhid
Yaitu
kerendahan diri dan tunduk kepada Alloh dengan tauhid, yakni mengesakan Alloh
dalam setiap peribadahan kita. Tidak boleh menujukan satu saja dari jenis
ibadah kita kepada selain-Nya. Karena memang hanya Dia yang berhak untuk
diibadahi. Dia lah yang telah menciptakan kita, memberi rizki kita dan mengatur
alam semesta ini. Semua yang disembah selain Alloh tidak mampu memberikan
pertolongan bahkan terhadap diri mereka sendiri sekali pun. Alloh berfirman,”
Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada para
penyembahnya, bahkan kepada diri meraka sendiripun berhala-berhala itu tidak
dapat memberi pertolongan.” (Al -A’rof: 191-192)
Semua yang disembah selain Alloh
tidak memiliki sedikitpun kekuasaan di alam semesta ini. Alloh berfirman, “Dan
orang-orang yang kamu seru selain Alloh tiada mempunyai apa-apa walaupun
setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu;
dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu, dan
pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat
memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.”
(Fathir: 13-14)
1.
Tunduk
dan Patuh Kepada Alloh Dengan Sepenuh Ketaatan
Pokok Islam yang kedua adalah adanya
ketundukan dan kepatuhan yang mutlak kepada Alloh. Dan inilah sebenarnya yang
merupakan bukti kebenaran pengakuan imannya. Penyerahan dan perendahan semata
tidak cukup apabila tidak disertai ketundukan terhadap perintah-perintah Alloh
dan Rosul-Nya dan menjauhi apa-apa yang dilarang, semata-mata hanya karena taat
kepada Alloh dan hanya mengharap wajah-Nya semata, berharap dengan balasan yang
ada di sisi-Nya serta takut akan adzab-Nya.
2.
Memusuhi
dan Membenci Syirik dan Pelakunya
Seorang muslim yang tunduk dan patuh terhadap
perintah dan larangan Alloh, maka konsekuensi dari benarnya keimanannya maka ia
juga harus berlepas diri dan membenci perbuatan syirik dan pelakunya. Karena ia
belum dikatakan beriman dengan sebenar-benarnya sebelum ia mencintai apa yang
dicintai Alloh dan membenci apa yang dibenci Alloh. Padahal syirik adalah
sesuatu yang paling dibenci oleh Alloh. Karena syirik adalah dosa yang paling
besar, kedzaliman yang paling dzalim dan sikap kurang ajar yang paling bejat
terhadap Alloh, padahal Allohlah Robb yang telah menciptakan, memelihara dan
mencurahkan kasih sayang-Nya kepada kita semua.
Alloh telah memberikan teladan kepada bagi
kita yakni pada diri Nabiyulloh Ibrohim ‘alaihis salam agar berlepas diri dan
memusuhi para pelaku syirik dan kesyirikan. Alloh berfirman, “Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ‘Sesungguhnya
kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Alloh,
kami mengingkari kamu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja.”(Al-Mumtahanah:
4)
Akidah Islam mempunyai banyak tujuan yang
baik yang harus dipegang teguh, yaitu :
1.
Untuk
mengikhlaskan niat dan ibadah kepada Allah
semata. Karena Dia adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya, maka
tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepada-Nya.
2.
Membebaskan
akal dan pikiran dari kekeliruan yang timbul karena jiwa yang kosong dari
akidah. Dan orang yang jiwanya kosong dari akidah, terkadang ia menyembah
(menjadi budak) materi yang nyata saja, dan adakalanya terjatuh pada berbagai
kesesatan akidah dan khurafat.
3.
Ketenangan
jiwa dan pikiran, terhindar dari kecemasan dalam jiwa dan kegoncangan pikiran.
Karena akidah akan menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya, lalu meridhai
Dia sebagai Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat syari`at. Oleh karena itu
jiwanya menerima takdir, dadanya lapang, menyerah lalu tidak mencari Tuhan
pengganti.
4.
Bersungguh-sungguh
dalam segala sesuatu dan tidak melewatkan kesempatan beramal kebajikan, selalu
digunakannya dengan baik untuk mengharap pahala. Serta tidak melihat tempat
dosa kecuali menjauhinya dengan rasa takut dari siksa. Karena diantara dasar
akidah adalah mengimani hari berbangkit serta hari pembalasan terhadap seluruh
perbuatan.
“Dan
masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (sesuai) dengan yang
dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al
An’am: 132).
2.2.2. USHUL
DAN FURU' AGAMA DALAM AL-QUR'ANUL KARIM.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
menjelaskan dalam Al-Qur'an tentang ushul (pokok-pokok) dan furu'
(cabang-cabang) agama Islam. Allah telah menjelaskan tentang tauhid dengan
segala macam-macamnya, sampai tentang bergaul sesama manusia seperti tatakrama
pertemuan, tatacara minta izin dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah
Ta'ala.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ
فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿١١﴾
"Artinya
: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu : 'Berlapang-lapanglah
dalam majlis', maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu" [Al-Mujaadalah : 11]
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ
تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٢٧﴾ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا
تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا
فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
﴿٢٨﴾
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta izin dan memberi
salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu
ingat. Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk
sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu : 'Kembalilah !' maka
hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan". [An-Nuur : 27-28].
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ
فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٥٩﴾
"Artinya
: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mu'min : 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbanya[2] ke seluruh
tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
penyayang". [Al-Ahzaab : 59].
وَقُل
لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ
عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ
التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ
الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ
بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى
اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٣١﴾
"Artinya
: Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasaan yang mereka
sembunyikan". [An-Nuur : 31]
۞ يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ
لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن
ظُهُورِهَا وَلَـٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ
أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٨٩﴾
"Artinya
: Dan bukankah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa, dan masuklah ke rumah-rumah
itu dari pintu-pintunya". [Al-Baqarah : 189].
2.3.
Kerangka Berfikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam
Perbedaan berpendapat merupakan hal yang alamiah dan
natural, karena manusia mempunyai cara berpikir dan sudut pandang yang
berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Begitu pula dalam ilmu kalam, terjadi perbedaan pendapat
yang tidak bisa dihindari, hal inilah yang
menimbulkan beberapa aliran-aliran dalam islam. Menurut Ad-Dahlawi sebab dari perbedaan pendapat tersebut terdapat pada aspek
subjek pembuatan keputusan. Penekanan
serupa pun pernah dikatakan Imam Munawwir,
beliau mengatakan bahwa perbedaan pendapat di dalam Islam
lebih dilatarbelakangi adanya beberapa hal yang menyangkut kapasitas dan
kredibilitas seseorang sebagai figur pembuat keputusan. Hal yang
menjadi kajian utama ilmu kalam adalah tauhid atau ketuhanan, para ulama mengkaji hal tersebut menggunakan metode
yang berbeda-beda. Sehingga melahirkan aliran-aliran yang bermacam-macam pula. Baca Juga: Insan Kamil.
Ada tiga berometer,
sekurang-kurangnya untuk melihat dan mengetahui suatu aliran, yaitu: kedudukan
akal dan fungsi wahyu, perbuatan dan kehendak manusia, serta keadilan atau
kehendak mutlak Tuhan. Secara garis besar perbedaan metode berfikir dapat dikategorikan menjadi dua macam,
yaitu metode berfikir tradisional dan kerangka berfikir rasional.
1.
Metode berfikir tradisional
Metode berfikir tradisional memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.
Terikat pada dogma-dogma dan ayat-ayat
yang mengandung arti zhanni (teks yang boleh mengandung arti lain
selain dari arti harfinya).
b.
Tidak memberikan kebebasan pada manusia dalam berkehendak dan berbuat
c.
Serta memberikandaya yang
kecilkepadaakal.
Adapun ciri teologi tradisional:
a. Akal mempunyai kedudukan yang rendah.
Karena dalam memahami wahyu, aliran ini cenderung mengambil artil afzhi atau
literal.
b. Manusia tidak bebas bergerak dan berkehendak.
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut paham ini,
bukanlah sunatullah. Namun benar-benar menurut kehendak mutlak Tuhan.
d. Teologi ini menganggap Tuhan dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepala
di akhirat nanti.
Faham ini sejajar dengan pendapat mereka bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat tajassum atau antropomorphisme,
sungguhpun sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat jasmani manusia.
e. Mengatakan bahwa sabda adalah sifat,
dan sebagai sifat Tuhan mestilah kekal.
2.
Metode berfikir rasional
Metode berfikir secara rasional memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut
:
a. Hanya terikat dengan dogma-dogma yang
dengan jelas dan tegas disebutkan dalam Al-Quran dan hadis Nabi, yakni ayat yang qath’i.
b. Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak.
c. Memberikan daya yang kuat kepada akal.
Ciri teologi rasional adalah:
a. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi,
karena dalam memahami wahyu, aliran ini cenderung menggambar arti majazi,
b. Manusia bebas berbuat dan berkehendak.
Karena akal kuat, manusia mampu berdiri sendiri
c. Keadilan Tuhan menurut pendapat ini,
terlatak pada adanya hukum alam (sunatullah) yang mengatur perjalanan alam ini.
d. Mengatakan bahwa Tuhan bersifat immateri,
tak dapat dilihat dengan mata kepala.
e. Mengatakan sabda Tuhan atau kalam bukanlah bersifat kekal tetapi bersifat baharu dan diciptakan Tuhan.
Teologi
liberal
dengan keadaannya banyak berpegang pada logika lebih sesuai dengan jiwa dan pemikiran kaum terpelajar. Sebaliknya teologi tradisionil,
dengan teguhnya berpegang pada arti harfi dari teks ayat-ayat al-Qur’an
dan Hadis ditambah dengan kurangnya ia menggunakan logika,
kurang sesuai dengan jiwa dan pemikiran golongan terpelajar. Teologi liberal,
selanjutnya dengan pembahasanya yang bersifat filosofis, sukar dapat ditangkap oleh golongan awam.Tetapi teologi tradisionil,
dengan uraiannya yang sederhana, mudah dapat diterima oleh kaum awam. Aliran teologi
yang sering disebut-sebut memiliki cara berfikir teologi rasional adalah Mu’tazilah.
Oleh karena itu, Mu’tazilah dikenal sebagai aliran yang bersifat rasional dan
liberal. Adapun teologi yang
sering disebut-sebut memiliki metode berfikir tradisional adalah Asy’ariyyah.
Disamping pengkategorian teologi rasional dan tradisional,
dikenal pula pengkategorian akibat adanya perbedaan kerangka berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam,
yaitu:
1.
Aliran antroposentris
Aliran ini menganggap
bahwa hakikat realitas transenden bersifat intrakosmos dan impersonal yang
berhubungan erat dengan masyarakat kosmos,
baik yang natural maupun yang supranatural dalam arti
unsur-unsurnya.Manusia adalah anak kosmos,
tugas manusia adalah melepaskan unsur-unsur natural
yang jahat. Dengan demikian manusia harus mampu menghapus kepribadian
kemanusiannya untuk meraih kemerdekaan dari lilitan naturalnya.Dengan dayanya,
manusia mempunyai kebebasan mutlak tanpa campur tangan realitas transenden.Aliranteologi
yang termasukadalahQadariah, Mu’tazilahdanSyi’ah.
2.
Teologi teosentris
Aliaran ini menganggap bahwa
hakikat transenden bersifat suprakosmos, personal dan ketuhanan. Tuhan adalah
pencipta segala sesuatu yang ada di kosmos ini. Dia dengan segala
kekuasaan-Nya- mampu berbuat apa saja secara mutlak. Baginya segala perbuatannya pada hakikatnya adalah aktivitas Tuhan. Ia tidak mempunyai pilihan lain, kecuali apa yang telah ditetapkan Tuhan.
Dengan cara itu Tuhan menjadi penguasa mutlak yang tidak dapat diganggu gugat.
Tuhan bisa saja memasukkan manusia jahat kedalam keuntungan yang melimpah
(surga). Begitu pula, Dia dapat memasukkan manusia yang taat dalam situasi yang
serba rugi yang terus-menerus (neraka). Aliran teologi yang tergolong dalam kategori ini adalah Jabbariyah.
3.
Aliran konvergensi atau Sintesis
Aliran ini memandang bahwa manusia adalah tajjah atau cermin asma dan sifat-sifat realitas mutlak itu. Bahkan,
seluruh alam (kosmos), termasuk manusia, juga merupakan cermin asma dan sifat-Nya yang
beragam. Oleh sebab itu, eksistensi kosmos yang
dikatakan sebagai pencipta pada dasarnya adalah penyingkapan asma dan sifat-sifat-Nya
yang azali.
Aliran ini berkeyakinan bahwa hakikat daya manusia merupakan
proses kerja sama antar daya yang transendental (Tuhan) dalam bentuk kebijaksanaan dan daya
temporal (manusia) dalam bentuk teknis. Dampaknya,
ketika daya manusia tidak berpartisipasi dalam proses peristiwa yang
terjadi pada dirinya, daya yang transendental yang memproses suatu peristiwa yang
terjadi pada dirinya. Oleh karena itu, ia tidak memperoleh pahala atau siksaan dari Tuhan.
Sebaliknya, ketika terjadi suatu peristiwa pada dirinya,
sementara ia sendiri telah berusaha melakukannya,
maka pada dasarnya kerja sama harmonis antara daya transendental dan daya temporal.
Konsekuensinya, manusia akan memperoleh pahala atau siksaan dari Tuhan,
sebanyak andil temporalnya dalam mengaktualkan peristiwa tertentu. Aliran teologi yang
dapat dimasukkan kekategori ini adalah Asy’ariyah.
3.
Sikap Arif dan Inklusifisme dalam Beraqidah
Jika dicermati secara seksama,
semua agama lahir dan hadir lengkap dengan klaim kebenarannya,
baik secara eksplisit ataupun implisit, Dengan kata lain, tidak
ada agama yang tidak membuat klaim kebenaran. adalah hal ini terdapat dua istilah yaitu eksklusivisme dan inklusivisme.
Eksklusivisme,
yaitu bahwa kebenaran absolut hanya dimiliki suatu agama tertentu secara
eksklusif. Klaim ini tidak memberikan alternatif lain apapun. Ia tidak memberikan
konsesi sedikitpun dan tidak mengenal kompromi. Ia memandang kebenaran secara hitam-putih.
Sedangkan inklusivisme,
merupakan bentuk klaim kebenaran absolut yang lebih longgar. Di satu pihak, inklusivisme
masih tetap meyakini bahwa hanya salah satu agama saja yang benar secara
absolut tapi, di pihak lain ia mencoba mengakomodasi konsep yuridis keselamatan
dan transformasinya untuk mencakup seluruh pengikut agama lain.
Masalah hubungan
Islam dengan agama-agama lain beserta klaim-klaim kebenarannya secara teologis sudah jelas. Allah
telah menjelaskan masalah ini melalui Al-Qur’an. Oleh karenanya, tak selayaknya seorang muslim mengingkari hal ini,
sebab Al-Qur’an merupakan otoritas keagamaan yang tertinggi, di
mana teks-teksnya tak pernah berubah begitu juga gramatika bahasa arabnya.
Hal itulah
yang menyebabkan perbincangan para ulama klasik lebih banyak terdapat dalam pembahasan-pembahasan fiqhiyyah dari pada ilmu kalam atau teologi
Islam.
Terdapat perbedaan mendasar antara
Islam dan teori-teori pluralisme agama
dalam hal pendekatan metodologis terhadap isu dan fenomena pluralitas agama. Islam
memandangnya sebagai hakikat ontologis yang tidak mungkin hilangkan,
sementara teori-teori pluralis melihatnya sebagai keragaman yang hanya terjadi pada
level manifestasi eksternal yang superfisial. Islam
menawarkan solusi praktis sosiologis yang bersifat fiqhiyyah, sementara teori-teori
pluralis memberikan solusi teologis epistemologis.
Islam memandang
perbedaan dan keragaman agama ini sebagai suatu hakikat ontologis (haqiqah
wujudiyah/kauniyah) dan sunnatullah. Termasuk di dalamnya adalah klaim
kebenaran yang absolut dan eksklusif yang mana tanpanya jati diri dan identitas
sebuah agama menjadi kabur, tak jelas, atau hilang sama sekali.Dengan kata
lain, Islam memperlakukan agama-agama lain sebagaimana adanya dan membiarkan
mereka untuk menjadi diri mereka sendiri, tanpa reduksi dan manipulasi. Apapun
kondisinya, klaim kebenaran agama harus diapresiasi, tidak boleh
disimplifikasikan, atau direlatifkan, apalagi dinafikan atau dinegasikan.
BAB III
PENUTUP
Dasar-dasar Normatif (al-qur’an-hadits) dan Filosofi
Keimanan
a. Al-quran
b. Hadits
aqidah
pokok dalam islam adalah rukun iman,
berbeda dengan yag lainya konsep iman dengan lansung dipengaruhi oleh teori
mengenai kekuatan akal dan fungsi wahyu.akidah pokok yang di percayai oleh tiap
tiap muslimin
Ada
tiga berometer, sekurang-kurangnya untuk melihat dan mengetahuisuatu aliran, yaitu:
kedudukan akal dan fungsi wahyu, perbuatan dan kehendak manusia, serta keadilan
atau kehendak mutlak Tuhan.Secaragarisbesarperbedaanmetodeberfikirdapatdikategorikanmenjadiduamacam,
yaitumetodeberfikirtradisionaldankerangkaberfikirrasional.
Dikenal pula pengkategorianakibatadanyaperbedaankerangkaberfikirdalammenyelesaikanpersoalan-persoalankalam,
yaitu:
1.
Aliranantroposentris
2.
Teologiteosentris
3.
AlirankonvergensiatauSintesis
Islam
memperlakukan agama-agama lain sebagaimana adanya dan membiarkan mereka untuk
menjadi diri mereka sendiri, tanpa reduksi dan manipulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Sofyan Syauqi, Muhammad Badruttamam, Lifatul
Jannah,Karina Dewi Retno Kumalahttp://amamdesign.blogspot.com/2013/04/ilmu-kalam-inti-aqidah-islamiyah.htmldiakses pada tanggal 14 Maret 2014 pukul
08:21
Abu Salma http://abusalma.wordpress.com/2006/11/13/aqidah-islamiyah-dan-keistimewaannya/ diakses pada tanggal 14 Maret 2014 pukul
08:21
RifkiAdhazainhttp://rifkiadhazain.blogspot.com/2011/04/sikap-arif-dan-inklusivisme-dalam.htmldiakses pada tanggal 14 Maret 2014 pukul
08:21
http://rifkiadhazain.blogspot.com/2011/04/aqidah-pokok-dab-furu-furu-dalam-islam.html diakses pada tanggal 14 Maret 2014 pukul
08:21
Suhandahttp://punyasuhanda.blogspot.com/2012/01/pengertian-dasar-dasar-sejarah-dan.html diakses pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 07.
37
Nasution,Harun.Teologi
Islam Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,Jakarta;UI Press,Jakarta,1972.
Shaltut,mahmut,Aqidah dan
syari’ah islam, Jakarta: Bumi Aksara,1961
[1] Suhanda
http://punyasuhanda.blogspot.com/2012/01/pengertian-dasar-dasar-sejarah-dan.html
[2]Moh.
Sofyan Syauqi, Muhammad Badruttamam, Lifatul Jannah,Karina Dewi Retno Kumala
http://amamdesign.blogspot.com/2013/04/ilmu-kalam-inti-aqidah-islamiyah.html
[3] Abu Salma
http://abusalma.wordpress.com/2006/11/13/aqidah-islamiyah-dan-keistimewaannya/
[4] http://rifkiadhazain.blogspot.com/2011/04/aqidah-pokok-dab-furu-furu-dalam-islam.html
[5] Nasution,Harun.Teologi
Islam Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,Jakarta;UI Press,Jakarta,1972.
Hal 147
[6] Shaltut,mahmut,Aqidah
dan syari’ah islam, Jakarta: Bumi Aksara,1961 hal 3
0 Response to "INTI AQIDAH ISLAMIYAH"
Post a Comment