INTI AQIDAH ISLAMIYAH

Jasa Penulisan Makalah - Berbicara mengenai tema aqidah islam, maka kita akan membahas tentang suatu tema yang berkaitan dengan konsep tauhid (ketuhanan). Sejak dulu sampai sekarang, diskusi mengenai aqidah Islam, maka tidaklah terlepas dari berbagai aliran-aliran tauhid yang berkembang dalam sejarah Islam.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG  
lmu kalam merupakan objek kajian berupa ilmu pengetahuan dalam agama Islam yang dikaji dengan menggunakan dasar berfikir berupa logika dan dasar kepercayaan-kepercayaaan pribadi atau suatu golongan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan akan eksistensi atau keberadaan Tuhan.
Adapun tujuan utama dari ilmu kalam adalah untuk menjelaskan landasan keimanan umat Islam dalam tatanan yang filosofis dan logis. Bagi orang yang beriman, bukti mengenai eksistensi dan segala hal yang menyangkut dengan Tuhan yang ada dalam al-Qur’an, Hadits, ucapan sahabat yang mendengar langsung perkataan Nabi dan lain sebaganya, sudah cukup. Namun tatkala masalah ini dihadapkan pada dunia yang lebih luas dan terbuka, maka dalil-dalil naqli tersebut tidak begitu berperan. Sebab, tidak semua orang meyakini kebenaran al-Qur’an dan beriman kepadanya. Karenanya diperlukan lagi interpretasi akal terhadap dalil yang sudah ada dalam al-Qur'an tersebut untuk menjelasakannya.
1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja Dasar-Dasar Normatif (al-qur’an-hadist) dan Filosofis Keimanan?
2.      Bagaimana Aqidah Pokok dan Furu’ dalam Islam?
3.      Bagaimana Kerangka Berfikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam?
4.      Bagaimana cara bersikap  Arif dan Inklusifisme dalam Beraqidah?

1.3  TUJUAN

1.      Mengetahui Dasar-Dasar Normatif (al-qur’an-hadist) dan Filosofis Keimanan
2.      Mengetahui Aqidah Pokok dan Furu’ dalam Islam
3.      Mengetahui Kerangka Berfikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam
4.      Mengetahuicara bersikap Arif dan Inklusifisme dalam Beraqidah


Inti Aqidah Islam
Aqidah Islam

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Dasar-dasar Normatif (al-qur’an-hadits) dan Filosofi Keimanan
a.       Al-quran
Sebagai dasar dan sumber ilmu kalam, Al-quran banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan, diantaranya adalah[1]:
Artinya:
“Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakan (3) dan tidak ada sesuatu yang sama denganDia (4)”

Dan masih terdapat banyak lagi ayat-ayat yang berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan dan hal-hal lain yang berkenaan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja penjelasan rincinya tidak ditemukan.
              
b.      Hadis
Hadis Nabi SAW pun banyak membicarakan masalah-masalah yang dibahas ilmu kalam yang dipahami sebagian ulama sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam, diantaranya adalah:
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh golongan.

Filosofi keimanan itu sama halnya dengan Filosofi ketauhidan.[2] Secara etimologi, kata tauhid berasal dari bahasa Arab, bentuk mashdar dari kata وحّد , artinya mengesakan. Sedangkan secara terminologi, terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut: Menurut Syeikh Muhammad Abduh, tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah Swt, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari-Nya. Dengan redaksi yang berbeda dan sisi pandang yang lain Ibnu Khaldun mengatakan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang berisi alasan-alasan dari akidah keimanan dengan dalil-dalil ‘aqliyah dan berisi pula alasan-alasan bantahan terhadap orang-orang yang menyelewengkan akidah salaf dan ahlisunnah. Baca juga : Pemikiran Teologi Ulama Modern 'Abduh Ahmad Khan Iqbal.
Selama hidupnya, Rasulullah Saw berjuang dengan gigih menegakkan tauhid di tengah masyarakat yang hidup dalam kekafiran dan kemusyrikan. Tauhid adalah meyakini keesaan Allah Swt dalam rubûbiyyah, ikhlas beribadah kepadanya, serta menetapkan baginya nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dengan demikian tauhid ada tiga macam tauhid rubûbiyyah, ulûhiyyah, dan asmâ wa sifât
Tauhid rubûbiyyah yaitu mengesakan Allah Swt dalam segala perbuatan-Nya dengan meyakini bahwa dia sendiri yang menciptakan segala makhluk. Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, seseorang akan menyadari kewajibannya sebagai hamba Allah Swt dengan sendirinya.. Hal ini akan nampak dalam ibadahnya maupun dalam kehidupannya sehari-hari.
 Tujuan Ilmu Tauhid diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2.      Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan.
3.      Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapa menyesatkan.
4.      Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin

2.2.         Aqidah pokok dan Furu’  dalam Islam.
2.2.1.      Definisi Aqidah
Menurut Bahasa
Kata “aqidah” diambil dari kata al-‘aqdu,yakni ikatan dan tarikan yang kuat. Ia juga berarti pemantapan, penetapan, kait-mengait, tempel-menempel, dan penguatan[3]. Perjanjian dan penegasan sumpah juga disebut ‘aqdu. Jual-beli pun disebut ‘aqdu, karena ada keterikatan antara penjual dan pembeli dengan ‘aqdu (transaksi) yang mengikat. Termasuk juga sebutan ‘aqdu untuk kedua ujung baju, karena keduanya saling terikat. Juga termasuk sebutan ‘aqdu untuk ikatan kain sarung, karena diikat dengan mantap.

Menurut Istilah Umum

Istilah “aqidah” di dalam istilah umum dipakai untuk menyebut keputusan pikiran yang mantap, benar maupun salah. Jika keputusan pikiran yang mantap itu benar, maka itulah yang disebut aqidah yang benar, seperti keyakinan umat Islam tentang ke-Esa-an Allah. Dan jika salah, maka itulah yang disebut aqidah yang batil, seperti keyakinan umat Nashrani bahwa Allah adalah salah satu dari tiga oknum tuhan (trinitas).
Istilah “aqidah” juga digunakan untuk menyebut kepercayaan yang mantap dan keputusan tegas yang tidak bisa dihinggapi kebimbangan. Yaitu apa-apa yang dipercayai oleh seseorang, diikat kuat oleh sanubarinya, dan dijadikannya sebagai madzhab atau agama yang dianutnya, tanpa melihat benar atau tidaknya serta merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.

                        Aqidah Islamiyah
Iman kepada Allah Swt artinya meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt itu wajib tersifati dengan sifat yang wajib bagi-Nya, mustahil memiliki sifat yang mustahil bagi-Nya[4], dan memiliki sifat yang jaiz bagi-Nya yaitu berkehendak atau tidak berkehendak, serta seluruh muatan Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah Ash-Shahihah berupa pokok-pokok agama, perintah-perintah dan berita-beritanya, serta apa saja yang disepakati oleh generasi Salafush Shalih (ijma’), dan kepasrahan total kepada Allah Ta’ala dalam hal keputusan hukum, perintah, takdir, maupun syara’, serta ketundukan kepada Rasulullah dengan cara mematuhinya, menerima keputusan hukumnya dan mengikutinya
Yang dimaksud aqidah pokok dalam  islam adalah rukun iman, berbeda dengan yag lainya konsep iman dengan lansung dipengaruhi oleh teori mengenai kekuatan akal dan fungsi wahyu.akidah pokok yang di percayai oleh tiap tiap muslimin.[5] yang termasuk unsur pertama dari unsur keimanan  ialah mempercayai.[6]
                        Rukun Iman ada 6 yaitu :
1.      Iman kepada Allah
        Inti pokok dalam ajaran islam dalam alquran adalah akidah dalah tauhid yakni keyakinan bahwa Allah SWT maha Esa , tidak ada tuhan selain nya .
2. Iman kepada malaikat malaikat allah.
       Menurut ketetapan alqur’an malaikat malaikat itu aalah alam ghaib , bukan alam benda , sifat dan keadaan malaikat itu adalah
a.       Dapat menampakkan dirinya di alam benda.
b.      Mahluk Allah dan Hambanya.
c.       Petugas dalam urusan yang berhubung dengan jiwa dan semangat.
3. Iman kepada kitab kitab  allah
     Sebagai kelanjutan iman kepada Allah dan malaikat malaikat , sebagai penghubung risalat yang di bawa oleh malaikat kepada osul rosul untuk disampaikan kepada umat manusia. Risalat itu adalah kitab kitab suci yang turun dari langit mengandung ajaran Allah di bidang Aqidah , ibadat , pokok pokok halal dan haram . karena islam menuntut supaya manusia iman kepada seluruh kitab suci, baik yang turun kepada nabi Muhammad atau kepada rekan rekanya.
4. Iman kepada rosul rosul allah
     Sebagaimana islam menuntut supaya iman kepada malaikat dalam pencapaian pimpinan utama bagi manusia,begitu pula islam menuntut supaya iman kepada rasulnya sebagai pihak yang berhubungan lansung dengan manusia.
5. Iman kepada hari kiamat.
Yang kelima yakni iman kepada hari ahir atau hari kiamat, alquran menyebutkan hari itu dengan istilah hari kemudian (Ahirat ). Menurut petunjuk alquran , hari ahirat itu bagai perhentian terahir dari pengembaraan manusia di sunia, dan bertemulah tujuan manusia ini untuk apa dia di ciptakan tuhan.
Firman Allah
“ dan bahwa manusia itu memperoleh apa yang di usahakannya, dan bahwa hasil usahanya nanti akan dilihatnya. Kemudian itu diberikan kepadanya balasan yang cukup . dan kepada tuhan engkau ahir tujuannya”
6. Iman kepada qadha dan qadar.
     Pokok pokok Aqidah Islam adalah seluruh agama yang datang dari tuhan, apa yang tersebut diatas adalah akidah pokok ajaran islam menekankan bahwa “Aqidah adalah pokok aqidah dari seluruh agama yang datang dari tuhan. Di tegaskan pula bahwa agama yang tidak berdasarkan aqidah tersebut dapat dikatakan agama yang batil dan tiada yang mempunyai nilai
Allah berfirman “ sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu” (Alhujarat:13)
1.      Pokok ajaran islam
            Sebagaimana yang telah diketahui bahwa ajaran islam ini adalah ajaran yang paling sempurna, karena memang semuanya ada dalam islam, mulai dari urusan buang air besar sampai urusan Negara, islam telah memberikan petunjuk di dalamnya. Allah berfirman “ pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmatku, telah ku ridhai  islam menjadi agama bagimu (al-maidah:3)
2.      Berserah Diri Kepada Alloh Dengan Merealisasikan Tauhid
             Yaitu kerendahan diri dan tunduk kepada Alloh dengan tauhid, yakni mengesakan Alloh dalam setiap peribadahan kita. Tidak boleh menujukan satu saja dari jenis ibadah kita kepada selain-Nya. Karena memang hanya Dia yang berhak untuk diibadahi. Dia lah yang telah menciptakan kita, memberi rizki kita dan mengatur alam semesta ini. Semua yang disembah selain Alloh tidak mampu memberikan pertolongan bahkan terhadap diri mereka sendiri sekali pun. Alloh berfirman,” Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada para penyembahnya, bahkan kepada diri meraka sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.” (Al -A’rof: 191-192)
            Semua yang disembah selain Alloh tidak memiliki sedikitpun kekuasaan di alam semesta ini. Alloh berfirman, “Dan orang-orang yang kamu seru selain Alloh tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu, dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (Fathir: 13-14)
1. Tunduk dan Patuh Kepada Alloh Dengan Sepenuh Ketaatan
     Pokok Islam yang kedua adalah adanya ketundukan dan kepatuhan yang mutlak kepada Alloh. Dan inilah sebenarnya yang merupakan bukti kebenaran pengakuan imannya. Penyerahan dan perendahan semata tidak cukup apabila tidak disertai ketundukan terhadap perintah-perintah Alloh dan Rosul-Nya dan menjauhi apa-apa yang dilarang, semata-mata hanya karena taat kepada Alloh dan hanya mengharap wajah-Nya semata, berharap dengan balasan yang ada di sisi-Nya serta takut akan adzab-Nya.
2. Memusuhi dan Membenci Syirik dan Pelakunya
     Seorang muslim yang tunduk dan patuh terhadap perintah dan larangan Alloh, maka konsekuensi dari benarnya keimanannya maka ia juga harus berlepas diri dan membenci perbuatan syirik dan pelakunya. Karena ia belum dikatakan beriman dengan sebenar-benarnya sebelum ia mencintai apa yang dicintai Alloh dan membenci apa yang dibenci Alloh. Padahal syirik adalah sesuatu yang paling dibenci oleh Alloh. Karena syirik adalah dosa yang paling besar, kedzaliman yang paling dzalim dan sikap kurang ajar yang paling bejat terhadap Alloh, padahal Allohlah Robb yang telah menciptakan, memelihara dan mencurahkan kasih sayang-Nya kepada kita semua.
     Alloh telah memberikan teladan kepada bagi kita yakni pada diri Nabiyulloh Ibrohim ‘alaihis salam agar berlepas diri dan memusuhi para pelaku syirik dan kesyirikan. Alloh berfirman, “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Alloh, kami mengingkari kamu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja.”(Al-Mumtahanah: 4)
     Akidah Islam mempunyai banyak tujuan yang baik yang harus dipegang teguh, yaitu :
1.      Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah kepada Allah  semata. Karena Dia adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepada-Nya.
2.      Membebaskan akal dan pikiran dari kekeliruan yang timbul karena jiwa yang kosong dari akidah. Dan orang yang jiwanya kosong dari akidah, terkadang ia menyembah (menjadi budak) materi yang nyata saja, dan adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan akidah dan khurafat.
3.      Ketenangan jiwa dan pikiran, terhindar dari kecemasan dalam jiwa dan kegoncangan pikiran. Karena akidah akan menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya, lalu meridhai Dia sebagai Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat syari`at. Oleh karena itu jiwanya menerima takdir, dadanya lapang, menyerah lalu tidak mencari Tuhan pengganti.
4.      Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dan tidak melewatkan kesempatan beramal kebajikan, selalu digunakannya dengan baik untuk mengharap pahala. Serta tidak melihat tempat dosa kecuali menjauhinya dengan rasa takut dari siksa. Karena diantara dasar akidah adalah mengimani hari berbangkit serta hari pembalasan terhadap seluruh perbuatan.
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (sesuai) dengan yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 132).
2.2.2.      USHUL DAN FURU' AGAMA DALAM AL-QUR'ANUL KARIM.
          Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan dalam Al-Qur'an tentang ushul (pokok-pokok) dan furu' (cabang-cabang) agama Islam. Allah telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-macamnya, sampai tentang bergaul sesama manusia seperti tatakrama pertemuan, tatacara minta izin dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿١١﴾
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu : 'Berlapang-lapanglah dalam majlis', maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu" [Al-Mujaadalah : 11]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَ‌ٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٢٧﴾ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ ﴿٢٨﴾ 

 "Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta izin dan memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu : 'Kembalilah !' maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". [An-Nuur : 27-28].

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَ‌ٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٥٩﴾
"Artinya : Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu'min : 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbanya[2] ke seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang". [Al-Ahzaab : 59].
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٣١﴾
"Artinya : Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasaan yang mereka sembunyikan". [An-Nuur : 31]
۞ يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَـٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٨٩﴾
"Artinya : Dan bukankah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa, dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya". [Al-Baqarah : 189].

2.3.            Kerangka Berfikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam
Perbedaan berpendapat merupakan hal yang alamiah dan natural, karena manusia mempunyai cara berpikir dan sudut pandang yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Begitu pula dalam ilmu kalam, terjadi perbedaan pendapat yang tidak bisa dihindari, hal inilah yang menimbulkan beberapa aliran-aliran dalam islam. Menurut Ad-Dahlawi sebab dari perbedaan pendapat tersebut terdapat pada aspek subjek pembuatan keputusan. Penekanan serupa pun pernah dikatakan Imam Munawwir, beliau mengatakan bahwa perbedaan pendapat di dalam Islam lebih dilatarbelakangi adanya beberapa hal yang menyangkut kapasitas dan kredibilitas seseorang sebagai figur pembuat keputusan. Hal yang menjadi kajian utama ilmu kalam adalah tauhid atau ketuhanan, para ulama mengkaji hal tersebut menggunakan metode yang berbeda-beda. Sehingga melahirkan aliran-aliran yang bermacam-macam pula. Baca Juga: Insan Kamil.
Ada tiga berometer, sekurang-kurangnya untuk melihat dan mengetahui suatu aliran, yaitu: kedudukan akal dan fungsi wahyu, perbuatan dan kehendak manusia, serta keadilan atau kehendak mutlak Tuhan. Secara garis besar perbedaan metode berfikir dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu metode berfikir tradisional dan kerangka berfikir rasional.
1.      Metode berfikir tradisional
Metode berfikir tradisional memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Terikat pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti zhanni (teks yang boleh mengandung arti lain selain dari arti harfinya).
b.      Tidak memberikan kebebasan pada manusia dalam berkehendak dan berbuat
c.       Serta memberikandaya yang kecilkepadaakal.
Adapun ciri teologi tradisional:
a.    Akal mempunyai kedudukan yang rendah. Karena dalam memahami  wahyu, aliran ini cenderung mengambil artil afzhi atau literal.
b.   Manusia tidak bebas bergerak dan berkehendak.
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut paham ini, bukanlah sunatullah. Namun benar-benar menurut kehendak mutlak Tuhan.
d.  Teologi ini menganggap Tuhan dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepala di akhirat nanti. Faham ini sejajar dengan pendapat mereka bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat tajassum atau antropomorphisme, sungguhpun sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat jasmani manusia.
e.     Mengatakan bahwa sabda adalah sifat, dan sebagai sifat Tuhan mestilah kekal. 
2.      Metode berfikir rasional
Metode berfikir secara rasional memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Hanya terikat dengan dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas disebutkan dalam Al-Quran dan hadis Nabi, yakni ayat yang qath’i.
b.  Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak.
c.   Memberikan daya yang kuat kepada akal.
Ciri teologi rasional adalah:
a. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi, karena dalam memahami wahyu, aliran ini cenderung menggambar arti majazi,
b. Manusia bebas berbuat dan berkehendak. Karena akal kuat, manusia mampu berdiri sendiri
c.  Keadilan Tuhan menurut pendapat ini, terlatak pada adanya hukum alam (sunatullah) yang mengatur perjalanan alam ini.
d.  Mengatakan bahwa Tuhan bersifat immateri, tak dapat dilihat dengan mata kepala.
e. Mengatakan sabda Tuhan atau kalam bukanlah bersifat kekal tetapi bersifat baharu dan diciptakan Tuhan.
Teologi liberal dengan keadaannya banyak berpegang pada logika lebih sesuai dengan jiwa dan pemikiran kaum terpelajar. Sebaliknya teologi tradisionil, dengan teguhnya berpegang pada arti harfi dari  teks ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis ditambah dengan kurangnya ia menggunakan logika, kurang sesuai dengan jiwa dan pemikiran golongan terpelajar. Teologi liberal, selanjutnya dengan pembahasanya yang bersifat filosofis, sukar dapat ditangkap oleh golongan awam.Tetapi teologi tradisionil, dengan uraiannya yang sederhana, mudah dapat diterima oleh kaum awam. Aliran teologi yang sering disebut-sebut memiliki cara berfikir teologi rasional adalah Mu’tazilah. Oleh karena itu, Mu’tazilah dikenal sebagai aliran yang bersifat rasional dan liberal. Adapun teologi yang sering disebut-sebut memiliki metode berfikir tradisional adalah Asy’ariyyah.
Disamping pengkategorian teologi rasional dan tradisional, dikenal pula pengkategorian akibat adanya perbedaan kerangka berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam, yaitu:
1.   Aliran antroposentris
Aliran ini menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat intrakosmos dan impersonal yang berhubungan erat dengan masyarakat kosmos, baik yang natural maupun yang supranatural dalam arti unsur-unsurnya.Manusia adalah anak kosmos, tugas manusia adalah melepaskan unsur-unsur natural yang jahat. Dengan demikian manusia harus mampu menghapus kepribadian kemanusiannya untuk meraih kemerdekaan dari lilitan naturalnya.Dengan dayanya, manusia mempunyai kebebasan mutlak tanpa campur tangan realitas transenden.Aliranteologi yang termasukadalahQadariah, Mu’tazilahdanSyi’ah.
2.      Teologi teosentris
Aliaran ini menganggap bahwa hakikat transenden bersifat suprakosmos, personal dan ketuhanan. Tuhan adalah pencipta segala sesuatu yang ada di kosmos ini. Dia dengan segala kekuasaan-Nya- mampu berbuat apa saja secara mutlak. Baginya segala perbuatannya pada hakikatnya adalah aktivitas Tuhan. Ia tidak mempunyai pilihan lain, kecuali apa yang telah ditetapkan Tuhan. Dengan cara itu Tuhan menjadi penguasa mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Tuhan bisa saja memasukkan manusia jahat kedalam keuntungan yang melimpah (surga). Begitu pula, Dia dapat memasukkan manusia yang taat dalam situasi yang serba rugi yang terus-menerus (neraka). Aliran teologi yang tergolong dalam kategori ini adalah Jabbariyah.
3.      Aliran konvergensi atau Sintesis
Aliran ini memandang bahwa manusia adalah tajjah atau cermin asma dan sifat-sifat realitas mutlak itu. Bahkan, seluruh alam (kosmos), termasuk manusia, juga merupakan cermin asma dan sifat-Nya yang beragam. Oleh sebab itu, eksistensi kosmos yang dikatakan sebagai pencipta pada dasarnya adalah penyingkapan asma dan sifat-sifat-Nya yang azali.
Aliran ini berkeyakinan bahwa hakikat daya manusia merupakan proses kerja sama antar daya yang transendental (Tuhan) dalam bentuk kebijaksanaan dan daya temporal (manusia) dalam bentuk teknis. Dampaknya, ketika daya manusia tidak berpartisipasi dalam proses peristiwa yang terjadi pada dirinya, daya yang transendental yang memproses suatu peristiwa yang terjadi pada dirinya. Oleh karena itu, ia tidak memperoleh pahala atau siksaan dari Tuhan. Sebaliknya, ketika terjadi suatu peristiwa pada dirinya, sementara ia sendiri telah berusaha melakukannya, maka pada dasarnya kerja sama harmonis antara daya transendental dan daya temporal. Konsekuensinya, manusia akan memperoleh pahala atau siksaan dari Tuhan, sebanyak andil temporalnya dalam mengaktualkan peristiwa tertentu. Aliran teologi yang dapat dimasukkan kekategori ini adalah Asy’ariyah.
  
3.         Sikap  Arif dan Inklusifisme dalam Beraqidah
Jika dicermati secara seksama, semua agama lahir dan hadir lengkap dengan klaim kebenarannya, baik secara eksplisit ataupun implisit, Dengan kata lain, tidak ada agama yang tidak membuat klaim kebe­naran. adalah hal ini terdapat dua istilah yaitu eksklusivisme dan inklusivisme.
Eksklusivisme, yaitu bahwa kebenaran absolut hanya dimiliki suatu agama tertentu secara eksklusif. Klaim ini tidak memberikan alternatif lain apapun. Ia tidak mem­berikan konsesi sedikitpun dan tidak mengenal kompromi. Ia memandang kebenaran secara hitam-putih. Sedangkan inklusivisme, merupa­kan bentuk klaim kebenaran absolut yang lebih longgar. Di satu pihak, inklusivisme masih tetap meyakini bahwa hanya salah satu agama saja yang benar secara absolut tapi, di pihak lain ia mencoba mengakomodasi konsep yuridis keselamatan dan transfor­masinya untuk men­cakup seluruh pengikut agama lain.
Masalah hubungan Islam dengan agama-agama lain beserta klaim-klaim kebena­ran­nya secara teologis sudah jelas. Allah telah menjelaskan masalah ini melalui Al-Qur’an. Oleh karenanya, tak selayak­nya seorang muslim meng­ingkari hal ini, sebab Al-Qur’an merupakan otoritas keagamaan yang tertinggi, di mana teks-teksnya tak pernah berubah begitu juga gramatika bahasa arabnya.
Hal itulah yang menyebabkan perbincangan para ulama klasik lebih banyak terdapat dalam pembahasan-pemba­hasan fiqhiyyah dari pada ilmu kalam atau teologi Islam.
Terdapat perbedaan mendasar antara Islam dan teori-teori pluralisme agama dalam hal pendekatan metodologis terhadap isu dan fenomena pluralitas agama. Islam memandangnya sebagai hakikat ontologis yang tidak mungkin hilangkan, sementara teori-teori pluralis melihatnya sebagai keragaman yang hanya terjadi pada level manifestasi eksternal yang superfisial. Islam menawarkan solusi praktis sosiologis yang  bersifat fiqhiyyah, sementara teori-teori pluralis memberikan solusi teologis epistemologis.
Islam meman­dang perbedaan dan kera­gaman agama ini sebagai suatu hakikat ontologis (haqiqah wujudiyah/kauniyah) dan sunnatullah. Termasuk di dalamnya adalah klaim kebenaran yang absolut dan eksklusif yang mana tanpanya jati diri dan identitas sebuah agama menjadi kabur, tak jelas, atau hilang sama sekali.Dengan kata lain, Islam memperlakukan agama-agama lain sebagaimana adanya dan membiarkan mereka untuk menjadi diri mereka sendiri, tanpa reduksi dan manipulasi. Apapun kondisi­nya, klaim kebenaran agama harus diapresiasi, tidak boleh disimplifikasikan, atau direlatifkan, apalagi dinafikan atau dinegasikan.

BAB III
PENUTUP

Dasar-dasar Normatif (al-qur’an-hadits) dan Filosofi Keimanan
a.       Al-quran
b.      Hadits
aqidah pokok dalam  islam adalah rukun iman, berbeda dengan yag lainya konsep iman dengan lansung dipengaruhi oleh teori mengenai kekuatan akal dan fungsi wahyu.akidah pokok yang di percayai oleh tiap tiap muslimin
Ada tiga berometer, sekurang-kurangnya untuk melihat dan mengetahuisuatu aliran, yaitu: kedudukan akal dan fungsi wahyu, perbuatan dan kehendak manusia, serta keadilan atau kehendak mutlak Tuhan.Secaragarisbesarperbedaanmetodeberfikirdapatdikategorikanmenjadiduamacam, yaitumetodeberfikirtradisionaldankerangkaberfikirrasional.
Dikenal pula pengkategorianakibatadanyaperbedaankerangkaberfikirdalammenyelesaikanpersoalan-persoalankalam, yaitu:
1.      Aliranantroposentris
2.      Teologiteosentris
3.      AlirankonvergensiatauSintesis
Islam memperlakukan agama-agama lain sebagaimana adanya dan membiarkan mereka untuk menjadi diri mereka sendiri, tanpa reduksi dan manipulasi.



DAFTAR  PUSTAKA

Moh. Sofyan Syauqi, Muhammad Badruttamam, Lifatul Jannah,Karina Dewi Retno Kumalahttp://amamdesign.blogspot.com/2013/04/ilmu-kalam-inti-aqidah-islamiyah.htmldiakses pada tanggal 14 Maret 2014 pukul 08:21
Abu Salma http://abusalma.wordpress.com/2006/11/13/aqidah-islamiyah-dan-keistimewaannya/ diakses pada tanggal 14 Maret 2014 pukul 08:21
RifkiAdhazainhttp://rifkiadhazain.blogspot.com/2011/04/sikap-arif-dan-inklusivisme-dalam.htmldiakses pada tanggal 14 Maret 2014 pukul 08:21
Suhandahttp://punyasuhanda.blogspot.com/2012/01/pengertian-dasar-dasar-sejarah-dan.html diakses pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 07. 37
Nasution,Harun.Teologi Islam Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,Jakarta;UI Press,Jakarta,1972.
Shaltut,mahmut,Aqidah dan syari’ah islam, Jakarta: Bumi Aksara,1961


[1] Suhanda http://punyasuhanda.blogspot.com/2012/01/pengertian-dasar-dasar-sejarah-dan.html
[2]Moh. Sofyan Syauqi, Muhammad Badruttamam, Lifatul Jannah,Karina Dewi Retno Kumala http://amamdesign.blogspot.com/2013/04/ilmu-kalam-inti-aqidah-islamiyah.html
[3] Abu Salma http://abusalma.wordpress.com/2006/11/13/aqidah-islamiyah-dan-keistimewaannya/
[4] http://rifkiadhazain.blogspot.com/2011/04/aqidah-pokok-dab-furu-furu-dalam-islam.html
[5] Nasution,Harun.Teologi Islam Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,Jakarta;UI Press,Jakarta,1972. Hal 147
[6] Shaltut,mahmut,Aqidah dan syari’ah islam, Jakarta: Bumi Aksara,1961 hal 3

Related Posts :

0 Response to "INTI AQIDAH ISLAMIYAH"

Post a Comment