Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat. Karena syari’ah bersumberkan al-Qur’an dan al-Hadits. Dimana dari kedua sumber inilah segala aturan kehidupan diberlakukan. Dalam islam, yang bersumberkan al-Qur’an dan al-Hadits tindakan membunuh orang diberlakukan hukum qisosh, dan diyat. Semua itu tergantung intensitas dalam perbuatan pembunuhan yang dilakukan.
Dalam QS. Annisa’ 29 menerangkan bahwa Allah berfirman untuk tidak membunuh diri sendiri. Namun, Dengan berkembang pesatnya tekhnlogi zaman sekarang, banyak sekali kejadian-kejadian aneh yang tak terkira. Sebut saja perbuatan euthanasia (Qat}l al-Rahmah), yaitu pembunuhan atas permintaan si pasien karena penyakitnya tidak mungkin dapat disembuhkan dan kalau hidup hanya merasa sengsara.
Dengan maraknya perbuatan ini, banyak sekali perbedaan pandangan dalam masyarakat. Ada masyarakat yang mengesahkan euthanasia dalam kehidupan mereka dan banyak sekali juga masyarakat yang belum bisa menerima perbuatan euthanasia. Sedangkan dalam Islam sendiri kalau ditelisik sekilas saja euthanasia merupakan pembunuhan yang disengaja. Oleh karena itu penulis akan membahas tentang euthanasia berlandaskan pada nas} al-Qur’an dan Hadith dengan menggunakan tafsir maud}u>i.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan euthanasia?
2. Bagaimana hukum euthanasia menurut nas} al-Qur’an dan Hadith?
3. Bagaimana hukum euthanasia menurut hukum positif di Indonesia?
BAB II
EUTANASIA
EUTANASIA
Eutanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti baik, dan thanatos, yang berarti kematian. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qat}l al-rahma atau taysir al-maut. Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya. Jadi Euthanasia adalah tindakan memudahkan kematian atau mengakhiri hidup seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasihan untuk meringankan penderitaan si sakit.
Tidak ada nash secara implicit dan rinci yang menerangkan tentang euthanasia. Apalagi ketika kita menggunakan kata kunci qat}l al-rahma atau taysi>r al-maut sebagai terjemahan dari euthanasia, maka kita akan mengalami kesulitan dalam melacak ayat yang berkaitan. Oleh karena itu, dengan berpijak pada materi yang dibahas dalam ensklopedi hukum islam, kami menemukan setidaknya ada 5 ayat yang berkaitan dengan pembahasan euthanasia, sebagaiman yang akan dijelaskan berikut ini:
A. Ayat tentang Eutanasia, sebab turun, dan muna>sabahnya
1. Surat Yu>nus (10) ayat 49
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلا نَفْعًا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ
Artinya: Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". tiap-tiap umat mempunyai ajal. apabila telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).
Munasabah ayat
Ayat 49 surat Yunus ini adalah jawaban dari Allah bagi para umat yang bertanya kepada rasulnya tentang kapan janji-janji atau ancaman / azab itu akan terealisasi. Lalu Allah menjawab melalui rasulnya bahwa rasul itu tidak bisa mendatangkan mara bahaya dan kemanfaatan kecuali atas seizin Allah. Dan bahwa ajal manusia itu sudah ditentukan oleh Allah, tidak ada seorangpun yang bisa mempercepat atau memperlambat kematian.
2. Surat Yu>nus (10) ayat 56
هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Munasabah
Ayat ini adalah kelanjutan pembahasan dari ayat sebelumnya. Pada ayat 55 Allah menjelaskan bahwa Allah memiliki apapun yang ada di langit dan bumi, termasuk manusia. Dan Allah menjelaskan bahwa janji Allah akan pasti terjadi. Pada ayat 56 ini lalu Allah menegaskan akan kepemilikannya terhadap apa yang ada dilangit dan bumi, bahwa Allahlah yang menghidupkan dan mematikan semua makhluk di dunia ini. Baca juga: Pluralisme Agama.
3. Surat al-Mulk (67) ayat 1-2
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (١)الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Artinya: (1) Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu (2) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
Sebab Turun
وأخرج ابن مردويه عن رافع بن خديج وأبي هريرة أنهما سمعا رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : » أنزلت عليّ سورة تبارك وهي ثلاثون آية جملة واحدة « وقال : » هي المانعة في القبور ، وإن قرأءة قل هو الله أحد في صلاة تعدل قراءة ثلث القرآن ، وإن قراءة قل يا أيها الكافرون في صلاة تعدل ربع القرآن ، وإن قراءة إذا زلزلت في صلاة تعدل نصف القرآن « .
Jadi, ayat ini turun berkaitan dengan siksaan kubur, di mana ayat ini menjadi pencegah dan penyelamat dari siksa kubur.
Munasabah
Ayat ini dibuka dengan perkataan yang menunjukkan akan keagungan dan ke maha kuasa-an Allah. Allah mampu melakukan apapun yang Dia mau. Lalu ayat kedua memerinci ke maha kuasa-an Allah, bahwa Allahlah yang menciptakan kehidupan dan kematian manusia, untuk menguji siap yang paling baik di antara mereka.
4. Surat al-Isra>’ (17) ayat 33
Ayat ini dibuka dengan perkataan yang menunjukkan akan keagungan dan ke maha kuasa-an Allah. Allah mampu melakukan apapun yang Dia mau. Lalu ayat kedua memerinci ke maha kuasa-an Allah, bahwa Allahlah yang menciptakan kehidupan dan kematian manusia, untuk menguji siap yang paling baik di antara mereka.
4. Surat al-Isra>’ (17) ayat 33
وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا
Artinya: Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Sebab Turun
أخرج ابن جرير وابن المنذر ، عن الضحاك رضي الله عنه في قوله : { ولا تقتلوا النفس التي حرم الله إلا بالحق } الآية . قال : كان هذا بمكة والنبي صلى الله عليه وسلم بها ، وهو أول شيء نزل من القرآن في شأن القتل .
وأخرج البيهقي في سننه ، عن زيد بن أسلم رضي الله عنه : أن الناس في الجاهلية كانوا إذا قتل الرجل من القوم رجلاً ، لم يرضوا حتى يقتلوا به رجلاً شريفاً ، إذا كان قاتلهم غير شريف ، لم يقتلوا قاتلهم وقتلوا غيره ، فوعظوا في ذلك بقول الله : { ولا تقتلوا النفس } إلى قوله { فلا يسرف في القتل } .
Ayat ini turun di makkah dan menjadi ayat yang pertama kali turun terkait pembunuhan. Menurut riwayat yang ada, bahwa pada masa jahiliah terjadi tradisi saling membunuh. Jika seseorang dari suatu kaum membunuh orang lain, maka kaum itu tidak akan rela sampai mereka membunuh laki-laki yang mulya. Begitulah selanjutnya sampai ada tradisi saling membunuh diantara mereka.
Munasabah
Pada ayat 30 surat al-isra’ diejelaskan bahwa Allahlah yang member rizki kepada umat manusia. Oleh karena itu pada ayat 31 surat al-isra’ Allah melarang manusia untuk membunuh anak-anaknya karena hawatir tidak bisa memberi makan dan jatuh pada jurang kemiskinan. Pada ayat 32 surat al-isra’ inilah lalu mempertegas bahwa dilarang membunuh manusia – baik anaknya atau siapapun - kecuali ada alasan-alasan tertentu yang dibenarkan oleh syara’.
Pada ayat 30 surat al-isra’ diejelaskan bahwa Allahlah yang member rizki kepada umat manusia. Oleh karena itu pada ayat 31 surat al-isra’ Allah melarang manusia untuk membunuh anak-anaknya karena hawatir tidak bisa memberi makan dan jatuh pada jurang kemiskinan. Pada ayat 32 surat al-isra’ inilah lalu mempertegas bahwa dilarang membunuh manusia – baik anaknya atau siapapun - kecuali ada alasan-alasan tertentu yang dibenarkan oleh syara’.
5. Surat an-Nisa>’ (4) ayat 92
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Sebab Turun
واختلف في سبب نزول هذه [الآية] فقال مجاهد وغير واحد: نزلت في عياش بن أبي ربيعة أخي أبي جهل لأمه -وهي أسماء بنت مُخَرِّبَة - وذلك أنه قتل رجلا كان يعذبه مع أخيه على الإسلام، وهو الحارث بن يزيد العامري، فأضمر له عَيّاش السوء، فأسلم ذلك الرجل وهاجر، وعياش لا يشعر، فلما كان يوم الفتح رآه، فظن أنه على دينه، فحمل عليه فقتله. فأنزل الله هذه الآية .
Ada beberapa versi terkait sebab turun ayat ini, diantaranya adalah bahwa ayat ini berkaitan dengan kasus ‘iyash bin abi> rabi>’ah, saudara (lk) abi jahal – dari garis ibunya, yaitu asma’ bintu mukharribah. Diriwayatkan bahwa ha>rith (seorang kafir) bin yazi>d pernah menyiksa ‘iyash. Kemudian beberapa waktu kemudian ha>rith masuk islam dan hijrah ke madinah tanpa sepengetahuan ‘iyash. Suatu hari di yaum al-fath, ‘iyash melihat ha>rith, ‘iyash membunuhnya karena menyangka harith masih dalam keadaan kafir.
Munasabah
Pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa ada perintah membunuh orang kafir yang munafik, ketika bertemu dengan orang mukmin maka dia menunjukkan keimanannya, jika kembali kepada kaumnya mereka kembali menunjukkan kekafirannya, lalu mengajak mukmin kepada kesyirikan. Lalu pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa dilarang membunuh sesama muslim kecuali dalam keadaan salah (khat}a’)
B. Macam-macam euthanasia
Ada 2 macam Euthanasia yang dikenal dalam istilah kedokteran, yaitu:
1. Euthanasia Aktif
Yaitu tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah.
Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus. Artikel lain yang mungkin menarik: Bom Bunuh diri dalam Tinjauan Fiqih.
2. Euthanasia Pasif
Yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi.
Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh. Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi
Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo, 2003:177).
Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun.
C. Hidup dan mati adalah urusan Allah
Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an pada surat yunus (10) ayat 49 dan 56, bahwa Allah memiliki apapun yang ada di langit dan bumi ini. Allah maha kuasa dan mampu melakukan apapun, termasuk dalam hal mati dan hidup manusia. Allahlah yang menentukan mati dan hidup manusia, tidak ada lobi untuk menangguhkan atau mempercepat kematian seseorang. Bahkan Allah mengecam keras bagi siapapun yang ikut campur dalam urusan Allah dan mendahului keputusannya.
Dalam kitab s}ah}ih} bukha>ri bab ما ذكر عن بني إسرائيل juz 3, no hadis 3276 disebutkan:
حدثني محمد قال حدثني حجاج حدثنا جرير عن الحسن حدثنا جندب بن عبد الله في هذا المسجد وما نسينا منذ حدثنا وما نخشى أن يكون جندب كذب على رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( كان فيمن كان قبلكم رجل به جرح فجزع فأخذ سكينا فحز بها يده فما رقأ الدم حتى مات قال الله تعالى بادرني عبدي بنفسه حرمت عليه الجنة )
Bersabda nabi SAW: “Ada diantara umat sebelum kalian seorang laki-laki yang terluka parah, sehingga ia tak tahan menahan sakit, maka ia mengambil pisau dan memutuskan urat nadinya, maka tumpahlah darahnya sampai ia mati. Maka berfirman ALLAH SWT: Hamba-KU telah berani mendahului (keputusan) KU, maka AKU haramkan surga baginya.”
D. Macam-macam pembunuhan
Dalam pembahasan fiqh, mayoritas ulama’ membagi pembunuhan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Sengaja (al-‘amd)
Yaitu pembunuhan yang dilakukan secara sengaja dengan alat tertentu yang biasanya digunakan untuk membunuh, seperti pedang, pisau, macam-macam senjata tajam, dan alat lainnya.
Pembunuhan bisa dikategorikan sebagai pembunuhan sengaja jika memenuhi beberapa syarat berikut:
- Orang yang membunuh adalah berakal, balig, dan bermaksud untuk membunuh
- Yang dibunuh adalah manusia yang haram darahnya (tidak boleh dibunuh)
- Alat yang digunakan adalah alat yang biasanya digunakan untuk membunuh
Dampak yang diakibatkan dari pembunuhan secara sengaja ini disebutkan dalam fiqh sunnah, yaitu:
a. Mendapat dosa
b. Larangan mendapatkan waris dan wasiat
c. Membayar kafarah
d. Di qis}as}, kecuali jika wali korban memberi maaf
2. Semi sengaja (shibhu al-‘amd)
Yaitu bermaksud membunuh manusia yang haram darahnya (tidak boleh dibunuh) dengan alat atau dengan melakukan sesuatu yang biasanya tidak digunakan untuk membunuh. Seperti jika seseorang memukul orang lain dengan pukulan ringan saja, lalu orang yang dipukul tersebut mati, maka pembunuhan ini disebut semi sengaja.
Akibat dari pembunuhan semi sengaja ini adalah:
- Berdosa, karena telah membunuh manusia tanpa alasan yang dibenarkan syara’
- Dikenai diyat mugallazah
3. Salah / keliru (khat}a’)
Pembunuhan salah atau keliru adalah pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja, yaitu jika ada seseorang melakukan perbuatan yang pada asalnya dibolehkan seperti melempar batu ke dalam sumur, tanpa diketahui ternyata batu tersebut mengenai orang lain yang ada di dalam sumur tanpa sepengaetahuannya, lalu dia mati. Termasuk pembunuhan yang tidak sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan oleh orang yang bukan mukallaf, seperti orang gila dan anak kecil.
Konsekuensi yang didapat dari pembunuhan jenis ini adalah:
- Diyat mukhaffafah
- Kaffarah berupa memerdekakan budak mukmin yang tidak ada cacat. Jika tidak ada maka puasa 2 bulan secara terus menerus, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-nisa>’ ayat 92.
E. Hukum Euthanasia menurut nas} al-Qur’an dan hadith
Setelah melihat beberapa penjelasan di atas, Euthanasia ini hukumnya haram dilakukan karena merupakan pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Banyak hadis yang menjelaskan tentang adanya hikmah di balik penyakit dan musibah lainnya bagi umat islam. Jika manusia ditimpa musibah, maka dia tetap harus berusaha sembari bersabar dan bertawakkal kepada Allah SWT. Allah akan menghapus dosa seorang muslim yang ditimpa musibah sesuai musibah apa yang menimpanya. Manusia tidak boleh mendahului keputusan tuhan, khususnya dalam hal kematian. Allah lah yang mengatur hidup mati semua makhluk hidup di dunia ini.
Setelah melihat beberapa penjelasan di atas, Euthanasia ini hukumnya haram dilakukan karena merupakan pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Banyak hadis yang menjelaskan tentang adanya hikmah di balik penyakit dan musibah lainnya bagi umat islam. Jika manusia ditimpa musibah, maka dia tetap harus berusaha sembari bersabar dan bertawakkal kepada Allah SWT. Allah akan menghapus dosa seorang muslim yang ditimpa musibah sesuai musibah apa yang menimpanya. Manusia tidak boleh mendahului keputusan tuhan, khususnya dalam hal kematian. Allah lah yang mengatur hidup mati semua makhluk hidup di dunia ini.
Oleh karena itu menurut penulis, euthanasia diharamkan karena beberapa hal, diantaranya:
1. Disamping berusaha dengan berobat sesuai kemampuan yang ada, manusia dituntut untuk bersabar dan bertawakkal terhadap musibah yang menimpanya. Karena dibalik musibah itu terdapat hikmah yang Allah berikan kepada hambanya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi dalam kitab Shohih muslim, bab باب ثواب المؤمن فيما يصيبه من مرض أو حزن أو نحو ذلك حتى الشوكة يشاكها juz 4 nomer hadith 2572:
حدثني أبو الطاهر أخبرنا ابن وهب أخبرني مالك بن أنس ويونس بن زيد عن ابن شهاب عن عروة بن الزبير عن عائشة : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ما من مصيبة يصاب بها المسلم إلا كفر بها عنه حتى الشوكة يشاكها
2. Manusia tidak boleh mendahului keputusan Allah, khususnya dalam hal kematian. Allah lah yang mengatur hidup mati manusia. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surat surat Yu>nus (10) ayat 56
هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Dan juga dalam hadis nabi:
حدثني محمد قال حدثني حجاج حدثنا جرير عن الحسن حدثنا جندب بن عبد الله في هذا المسجد وما نسينا منذ حدثنا وما نخشى أن يكون جندب كذب على رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( كان فيمن كان قبلكم رجل به جرح فجزع فأخذ سكينا فحز بها يده فما رقأ الدم حتى مات قال الله تعالى بادرني عبدي بنفسه حرمت عليه الجنة )
3. Dan yang terpenting, euthanasia adalah sama halnya dengan menghilangkan nyawa pasien yang seharusnya diselamatkan. Berarti euthanasia adalah pembunuhan yang dilakukan secara sengaja.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam alQur’an Surat an-Nisa>’ (4) ayat 92:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Dan juga dalam hadis nabi dalam kitab sunan Abi daud, babالْحُكْمِ فِيمَنِ ارْتَدَّ. Juz 12 nomer hadis 4355:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ الْبَاهِلِىُّ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ رُفَيْعٍ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ رَجُلٌ زَنَى بَعْدَ إِحْصَانٍ فَإِنَّهُ يُرْجَمُ وَرَجُلٌ خَرَجَ مُحَارِبًا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ فَإِنَّهُ يُقْتَلُ أَوْ يُصْلَبُ أَوْ يُنْفَى مِنَ الأَرْضِ أَوْ يَقْتُلُ نَفْسًا فَيُقْتَلُ بِهَا ».
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ الْبَاهِلِىُّ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ رُفَيْعٍ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ رَجُلٌ زَنَى بَعْدَ إِحْصَانٍ فَإِنَّهُ يُرْجَمُ وَرَجُلٌ خَرَجَ مُحَارِبًا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ فَإِنَّهُ يُقْتَلُ أَوْ يُصْلَبُ أَوْ يُنْفَى مِنَ الأَرْضِ أَوْ يَقْتُلُ نَفْسًا فَيُقْتَلُ بِهَا ».
Artinya: Tidak halal membunuh seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga alasan, yaitu: pezina mukhshan (sudah berkeluarga), maka ia harus dirajam (sampai mati); seseorang yang membunuh seorang muslim lainnya dengan sengaja, maka ia harus dibunuh juga. Dan seorang yang keluar dari Islam (murtad), kemudian memerangi Allah dan Rasulnya, maka ia harus dibunuh, disalib dan diasingkan dari tempat kediamannya”
Akan tetapi hukum ini bisa berubah jika dalam keadaan terpaksa yang mengharuskan dilakukan euthanasia. Sebagaimana dijelaskan dalam kaidah fiqh:
Akan tetapi hukum ini bisa berubah jika dalam keadaan terpaksa yang mengharuskan dilakukan euthanasia. Sebagaimana dijelaskan dalam kaidah fiqh:
الضرورة تبيح المحظورات
Jadi, dalam keadaan d}arurat yang mengharuskan dilakukan euthanasia, maka dalam hal ini hukumnya bisa boleh.
F. Eutanasia menurut Hukum Positif di Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa “Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Bahkan ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau “pembunuhan tanpa penderitaan” hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. “Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa “Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Bahkan ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau “pembunuhan tanpa penderitaan” hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. “Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Euthanasia Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut. Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya. Jadi Euthanasia adalah tindakan memudahkan kematian atau mengakhiri hidup seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasihan untuk meringankan penderitaan si sakit.
2. Euthanasia hukumnya adalah haram karena beberapa hal, diantaranya:
- Disamping berusaha dengan berobat sesuai kemampuan yang ada, manusia dituntut untuk bersabar dan bertawakkal terhadap musibah yang menimpanya. Karena dibalik musibah itu terdapat hikmah yang Allah berikan kepada hambanya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi yang diriwayatkan oleh aisyah.
- Manusia tidak boleh mendahului keputusan Allah, khususnya dalam hal kematian. Allah lah yang mengatur hidup mati manusia. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surat surat Yu>nus (10) ayat 56 dan juga dalam hadis nabi.
- Dan yang terpenting, euthanasia adalah sama halnya dengan menghilangkan nyawa pasien yang seharusnya diselamatkan. Berarti euthanasia adalah pembunuhan yang dilakukan secara sengaja. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam alQur’an Surat an-Nisa>’ (4) ayat 92dan hadis nabi yang diriwayatkan oleh ‘aisyhah
3. Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa “Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukha>ri>, Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail. Al-Jami’ al-S}ahih, , juz 3, maktabah sha>milah
Al-naisa>bu>ri>, Muslim bin al-Hajja>j abu> al-hasi>n al-Qushairi>. S{ah}i>h} Muslim, juz 4, maktabah sha>milah, hal 1991
Al-S}a>bu>ni, Muh}ammad ‘Ali. Rawa>i’ al- Baya>n, jilid 1, (tt: tp, tt)
Al-Sajasta>ni>, Sulaiman bin al-Asy’ath. S}ah}i>h} Sunan Abi> Daud, juz 12, maktabah sha>milah
Al-Suyu>t}i>, Jalaluddin ‘Abdurrahman bin abi> bakar. Al-Dur al-Manthu>r Fi al-Tafsi>r al-Ma’thu>r, juz 9, Beirut, Dar al-kutub al-‘Ilmiyah
Al-Suyu>t}i>, Jalaluddin ‘Abdurrahman bin abi> bakar. Al-Dur al-Manthu>r Fi al-Tafsi>r al-Ma’thu>r, juz 14, Beirut, Dar al-kutub al-‘Ilmiyah
Bin Kathi>r, Abi> al-fida>’ isma>’i>l. Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m, juz 4, tt, tp, tt
Ibnu ‘a>shu>r, Muhammad al-t}a>hir. Al-tah}ri>r wa al-tanwi>r, juz 11, Tunisia: da>r al-tu>nisiyyah li al-nashri, 1984
Muh}ammad Sayyid Sa>biq, Fiqh al-Sunnah, Juz 3, Kairo, Dar al-Fath}, 1995
Tim penyusun Ensiklopedi hukum islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta, PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2003
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukha>ri>, Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail. Al-Jami’ al-S}ahih, , juz 3, maktabah sha>milah
Al-naisa>bu>ri>, Muslim bin al-Hajja>j abu> al-hasi>n al-Qushairi>. S{ah}i>h} Muslim, juz 4, maktabah sha>milah, hal 1991
Al-S}a>bu>ni, Muh}ammad ‘Ali. Rawa>i’ al- Baya>n, jilid 1, (tt: tp, tt)
Al-Sajasta>ni>, Sulaiman bin al-Asy’ath. S}ah}i>h} Sunan Abi> Daud, juz 12, maktabah sha>milah
Al-Suyu>t}i>, Jalaluddin ‘Abdurrahman bin abi> bakar. Al-Dur al-Manthu>r Fi al-Tafsi>r al-Ma’thu>r, juz 9, Beirut, Dar al-kutub al-‘Ilmiyah
Al-Suyu>t}i>, Jalaluddin ‘Abdurrahman bin abi> bakar. Al-Dur al-Manthu>r Fi al-Tafsi>r al-Ma’thu>r, juz 14, Beirut, Dar al-kutub al-‘Ilmiyah
Bin Kathi>r, Abi> al-fida>’ isma>’i>l. Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m, juz 4, tt, tp, tt
Ibnu ‘a>shu>r, Muhammad al-t}a>hir. Al-tah}ri>r wa al-tanwi>r, juz 11, Tunisia: da>r al-tu>nisiyyah li al-nashri, 1984
Muh}ammad Sayyid Sa>biq, Fiqh al-Sunnah, Juz 3, Kairo, Dar al-Fath}, 1995
Tim penyusun Ensiklopedi hukum islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta, PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2003
0 Response to "Eutanasia Menurut Nas Al-Qur'an dan Hadith"
Post a Comment