HAK WARIS ANAK DALAM KANDUNGAN

Jasa Penulisan Makalah - Masalah harta pusaka biasanya menjadi sumber sengketa dalam keluarga, terutama apabila menentukan siapa yang berhak dan siapa yang tidak berhak. Dan setelah itu apabila berhak, seberapa banyak hak itu. Hal ini menimbulkan perselisihan dan akhirnya menimbulkan keretakan kekeluargaan. Orang ingin berlaku seadil-adilnya, oleh yang lain dianggap tidak adil.


Karena itu, syari’at Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang legal. Syari’at Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya,tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan,besar atau kecil.


Al-Qur’an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan, tanpa mengabaikan hak seorangpun. Bagian yang harus diterima semuanya dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah ia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau seibu.


Oleh karena itu, Al-Qur’an merupakan acuan pertama hukum dan penentuan pembagian waris. Syari’at Islam telah menjelaskan hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan, tertib hak-hak, rukun-rukun, syarat dan sebab-sebab perpindahan harta waris, hal-hal yang menjadi penghalang mewarisi, bagian masing-masing ahli waris dan hukum-hukum yang berpautan dengan harta warisan.


Dan tentunya peninggalan harta waris itu tidak bisa dimiliki secara mutlak oleh seorang ahli waris tertentu melainkan berdasarkan kepada kedudukannya masing-masing. Apabila seseorang meninggal dunia, sedangkan ia meninggalkan kerabat yang hamil, misalnya istri (janda), ibu, anak perempuan, menantu perempuan, saudara perempuan dan lain-lain, maka ada persoalan kewarisan yang perlu diselesaikan. Persoalan ini adalah adakah hubungan kewarisan antara pewaris (orang yang meninggal dunia) dengan bayi (anak) dalam kandungan kerabatnya tersebut.


Sebagaimana di dalam syarat-syarat kewarisan dikemukakan bahwa seseorang yang dapat menjadi ahli waris adalah seseorang (ahli waris) yang pada saat si pewaris meninggal dunia jelas hidupnya, ketentuan ini merupakan syarat mutlak agar seseorang berhak menerima warisan, sebab orang yang sudah meninggal dunia tidak mampu lagi membelanjakan hartanya, baik yang diperoleh karena pewarisan maupun sebab-sebab lainnya. Baca: Filsafat Hukum Islam dan Ilmu-ilmu Shariah Metodologis.


Dengan persyaratan tersebut tentunya menimbulkan  perselisihan diantara para fuqoha‘ dalam mensikapi  hak mewarisi bagi seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya, sebab seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya tidak dapat dipastikan/masih kabur apakah ia (anak yang dalam kandungan tersebut) saat dilahirkan nantinya dalam keadaan hidup apa tidak, selain itu juga belum dapat dipastikan apakah ia ( anak yang dalam kandungan tersebut) berjenis kelamin laki-laki atau berjenis kelamin perempuan, sedangkan kedua hal tersebut (keadaan hidup atau mati dan jenis kelamin laki-laki atau perempuan) sangat penting artinya dalam mengadakan pembagian harta warisan si pewaris, termasuk dalam penentuan porsinya.
 
HAK WARIS ANAK DALAM KANDUNGAN
HAK WARIS ANAK DALAM KANDUNGAN


B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagaimana berikut:

  1. Mengapa para ulama’ berselisih pendapat dalam hak waris bagi anak dalam kandungan ?
  2. Apakah anak dalam kandungan dikatakan hidup atau mati ?
C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan  rumusan masalah tersebut diatas, maka penelitian ini secara rinci ditujukan untuk :

  1. Memahami mengapa para ulama’ berselisih pendapat dalam hak waris bagi anak dalam kandungan ?
  2. Memahami apakah anak dalam kandungan dikatakan hidup atau mati ?
D.    Manfaat  Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis yang meliputi:
 

1. Manfaat Teoritis
  • Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan dalam mengkaji hukum waris khususnya bagi anak dalam kandungan.
  • Memberikan sumbangsih data tentang pendapat ulama‘ mengenai hukum waris bagi anak dalam kandungan secara detail.
2.    Manfaat Praktis
  • Menjelaskan kepada masyarakat tentang problematika hukum waris terutama hak waris bagi anak yang masih dalam  kandungan.
  • Memberikan masukan bagi para pembuat hukum di Indonesia, untuk memperhatikan kedudukan anak dalam  kandungan sebagai ahli waris.

E.    Ruang Lingkup Penelitian

Pembahasan waris memang sangat luas, sehingga memerlukan perhatian yang khusus. Namun, untuk menjadikan penelitian ini lebih terfokus, maka perlu diberikan ruang lingkup penelitian. Ruang lingkup penelitian ini adalah:

  • Sasaran penelitian ini hanya terbatas hukum  warisan bagi anak dalam  kandungan.
  • Lebih terperinci lagi, tentang syarat –syarat anak dalam  kandungan mendapatkan warisan.
  • Bagaimana ketentuan dalam hukum Islam mengenai anak yang masih dalam kandungan dapat menghijab terhadap ahli waris yang sudah ada ?
F.    KerangkaTeoritik
 

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.

Sebagaimana definisi yang ada, Waris adalah  berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain, dan anak adalah  keturunan yang kedua manusia yang masih kecil sedangkan kandungan adalah  janin yang masih di dalam perut wanita.


Orang yang mengandung sering disebut dengan al-hamlu (hamil) dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari kata hamalat. Dan tercantum dalam Al quran surah Al-Ahqof : 15
 

“kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya yang mengandung dengan susah payah, dan melahirkan dengan susah payah pula”.

Menurut istilah para fuqoha, yaitu janin yang dikandung dalam perut ibu baik laki-laki maupun perempuan”.

Untuk melihat apakah anak dalam kandungan sebagai ahli waris atau tidak menurut fiqh Islam yang perlu kita rujuk pertama adalah Al Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama syari’ah Islam. Dalam Al Qur’an Surat Annisa’ ayat 11 disebutkan : “Allah mensyari‟atkan bagimu tentang (pembagian warisan) untuk anak-anakmu : bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan”. Dalam ayat ini Allah hanya menjelaskan tentang perbandingan bagian anak laki-laki dan perempuan dalam warisan orang tuanya. Tidak dijelaskan apakah anak yang dimaksud adalah anak yang sudah lahir atau anak yang masih dalam kandungan. Oleh sebab itu jawaban dari pertanyaan berhakkah anak yang masih dalam kandungan ibunya terhadap harta warisan atau tidak, belum kita temukan jawaban pasti dari Al Qur’an, karenanya pemahaman “anak” jika dalam Al Qur’an dikaitkan dengan kelahirannya sebagai ahli waris masih bersifat zhanny sehingga bisa ditafsirkan dan dikaji lebih lanjut. Ketika kita rujuk Hadits-Hadits Rasulullah tentang anak dalam kandungan sebagai ahli waris atau tidak, kita hanya menemukan sepotong hadits yang bersumber dari Jabir r.a diriwayatkan oleh Abu Daud : “ Izastahallal mauluudu warrasa” apabila telah berteriak (bersuara) anak yang dilahirkan maka ia adalah ahli waris.

Dalam memahami hadits ini ada dua pendapat ulama. Sebagian ulama yang terdiri dari Ibnu Abbas, Said Ibn Al Musayyab, Syureih Ibn Hasan dan Ibn Sirin dari kalangan shabat berpendapat bahwa bukti kehidupan bayi yang lahir adalah “istihlal” atau teriakan sesuai dengan zahir hadits. Golongan ulama kedua yang terdiri dari Al Tsauri, Al Auza’i, Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya, Al Syafi’i dan Ahmad dalam salah satu riwayat dan Daud berpendapat bahwa tanda kehidupan itu dapat diketahui dengan teriakan dan juga dengan cara lain seperti gerakan tubuh, menyusui dan petunjuk lain yang meyakinkan.

Dari komentar para ulama di atas terhadap hadits dari Jabir itu, jika kita teliti dengan seksama mereka tidak mempertanyakan apakah anak dalam kandungan sebagai ahli waris atau tidak, tetapi hanya mempermasalahkan teknis menentukan hidup atau tidaknya anak. Golongan pertama dengan teriakan ketika lahir, golongan kedua bisa dengan tanda lain seperti bergerak, menyusui dan petunjuk lain. Penentuan hidup atau tidaknya anak memang sangat penting karena sebagai ahli waris harus diyakini dia hidup ketika pewaris meninggal.

Pada dasarnya apabila seseorang meninggal dunia dan diantara ahli warisnya terdapat anak yang masih dalam kandungan atau istri yang sedang menjalankan masa iddah dalam keadaan mengandung atau kandungan itu dari orang lain yang meninggal, maka anak yang dalam kandungan itu tidak memperoleh warisan bil fi’li, karena hidupnya ketika muwaris meninggal tidak dapat dipastikan. Karena salah satu syarat dalam mewarisi yang harus dipenuhi oleh ahli waris adalah keberadaannya (hidup) ketika pewaris wafat. Dengan demikian bagi anak yang masih dalam kandungan ibunya belum dapat ditentukan hak waris yang diterimanya, karena belum dapat diketahui secara pasti keadaannya, apakah bayi itu akan lahir selamat atau tidak, laki-laki atau perempuan , satu atau kembar.

Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan kita dihadapkan pada ikhtiyar menyangkut kemaslahatan demi terpelihara hak anak, maka bagiannya dimawqufkan sampai dia lahir karena ada kemungkinan bahwa dia telah hidup ketika muwarisnya meninggal. Atau pada keadaan darurat menyangkut kemaslahatan ahli waris yang mengharuskan disegerakan pembagian harta warisan dalam bentuk awal. Oleh karena itu jika memungkinkan dapat menentukan isi kandungan dengan tes USG untuk mengetahui jenis kelamin dari anak tersebut maka disimpanlah bagian harta warisan untuknya. Karena anak dalam kandungan menjadi masalah dalam kewarisan karena ketidakpastian yang ada pada dirinya, sedangkan warisan dapat diselesaikan secara hukum jika kepastian itu sudah ada.

Dalam penulisan ini, akan lebih digali lebih banyak tentang perbedaan para fuqoha’ dalam penalaran dan ijtihad yang ada dalam masalah ini.


G.  Penelitian Terdahulu
 

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis akan menggunakan dokumentasi baik yang berupa kitab-kitab, buku-buku ataupun karya-karya ilmiah yang ada kaitannya dengan tesis penulis, seperti tesis yang disusun oleh M.Hasan dari Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul  “Warisan anak dalam kandungan dalam prespektif hukum perdata)”. Dalam bahasannya hanya membahas mengenai kekuatan dan dasar hukum hak waris anak di kandungan dalam Hukum Perdata.

Dengan demikian walaupun pembahasan tentang “Hak Waris anak dalam Kandungan” sudah sedikit banyak ditemukan atau sudah dikaji, baik berupa buku maupun karya-karya ilmiah yang lain. Walaupun lebih banyak menitik beratkan pada apakah anak dalam kandungan mendapatkan hak waris apa tidak? Akan tetapi dalam penulisan ini, lebih untuk mengangkat persoalan di atas dengan melakukan telaah literatur yang menunjang penelitian ini, terutama tentang status anak dalam kandungan ini termasuk dikategorikan hidup apa tidak, karena hal inilah yang menentukan apakah dapat hak waris apa tidak, sebagaimana persyaratan mendapatkan warisan adalah ketika sipewaris meninggal semua yang mewarisi harus dalam kondisi hidup.

H.    Metode Penelitian
 

1. Pendekatan Penelitian
 

Pendekatan penelitian ini yang digunakan adalah kualitatif deskriptif kepustakaan murni ( library research) yaitu dengan mengkaji pendapat ulama’ perihal hak waris bagi anak dalam  kandungan.
 

2. Data dan Sumber Data
 

Untuk menjawab rumusan masalah penelitian, maka data dalam penelitian ini adalah pendapat-pendapat para ulama’ yang berkaitan dengan permasalahan diatas, tentunya disertai dengan argumen dan dalil yang kuat.

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah manuskrip-manuskrip yang berkaitan dengan pembahasan hak waris bagi anak dalam kandungan, baik dari kitab hadis, tafsir, fiqih, maupun artikel yang berhubungan dengan tema diatas.
 

3. Pengumpulan Data
 

Pengumpulan data penelitian ini lebih menitikberatkan dengan pengumpulan semua manuskrip secara maksimal, dan tentunya yang sesuai dengan tema penelitian, setelah itu manuskrip yang telah ditemukan di cek ulang untuk memilah manuskrip yang pokok dan yang penunjang.
 

4. Analisis Data
 

Tindak lanjut sesudah pengumpulan data adalah menganalisis data agar memiliki manfaat sebagaimana  tercantum dalam manfaat penelitian ini. Dalam penelitian ini tehnik deskriptif analisis sangat pas, dengan tehnik ini dapat digunakan untuk menganalisis dan memaparkan pandangan ulama’ tentang hak waris bagi anak dalam kandungan, baik dari segi argumen maupun dalilnya.

I.    Sistematika Pembahasan.
 

Format Penulisan pada penelitian ini, kami susun garis-garis besar pembahasan ke dalam beberapa bab yang pada dasarnya merupakan suatu rangkaian kesatuan utuh, yaitu sebagai berikut:
 

BAB I: Pendahuluan
Bab ini meliputi latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, kerangka teori, metode penulisan serta sistematika penulisan.
 

BAB II: Ketentuan Hak Waris  Anak dalam Kandungan 
Bab ini membahas tentang ketentuan waris menurut hukum Islam, yang meliputi pengertian dan dasar hukum waris, syarat, sebab dan rukun waris, penghalang waris, asas-asas hukum kewarisan Islam serta ahli waris dan macam-macamnya. Dan membahas tentang ketentuan hak waris anak dalam kandungan.
 

BAB III: Analisis perbedaan fuqoha‘ dalam ketentuan Hak Waris Anak dalam Kandungan. 
Bab ini meliputi analisis tentang perbedaan dan persamaan fuqoha‘ dalam hak waris anak dalam kandungan terutama dalam penalaran dan konsep ijtihadnya.
 

BAB IV : Penutup
Bab ini mencakup kesimpulan, saran-saran dan penutup.
 

J.    Daftar Kepustakaan Sementara.

Bagian ini berisi daftar nama-nama karya yang akan dijadikan sumber penulisan tesis , diantaranya :

  1. Al-Jaziri, 1996, Kitab Al-Fiqhi ‘Ala Mazhab Al-Arba’ah, Dar Al-Kutub, Bairut
  2. Al-Zarqani, Tanpa Tahun, Syarh az-Zarqani ‘Ala Syarh Muwatta Al-Imam Malik, Darul Fikr, Bairut
  3. Asy-Syafi’I, 1933, Al-Umm, Al-Azhar, Mesir
  4. Ali Engineer , Asgar, 1993, Islam dan Pembebasan, LkiS dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta
  5. An-Nawawi, Al-Imam, tanpa tahun, Faid al-Bari Mukhtasyar Syarh Sahih al-Bukhary, al-Maktabah at-Tijariah
  6. Azhar Basyir, Ahmad, 1999, Hukum Waris Islam, Ekonosia Ekonomi UII, Yogyakarta
  7. Ali as-Sabuni, M., 1995, Pembagian Warisan Menurut Islam, (penerjemah A.M Basamalah), Gema Insani Press, Jakarta
  8. Al-Bukhori,  Al-Imam, Matn al-Bukhori, IV : 165
  9. Jawad Mugniyah, Muhammad, 1996, Fiqh Lima Madzhab (Penerjemah Masykur A.B), Lentera, Jakarta,
  10. Ma’luf, Louis, 1986, al-Munjid fi al-Lugah wa Al-A’lam, Beirut, Al-Kasulukiyah
  11. Rahman,  Fathur, tanpa tahun , Ilmu Waris, Al-Ma’arif, Bandung
  12. Muhammad Hasbi Asy-Syidiqie, Fiqh Mawaris, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1997
  13. Efendi Perangin, Hukum Waris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
  14. Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjutak, Hukum Waris Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1995.

0 Response to "HAK WARIS ANAK DALAM KANDUNGAN"

Post a Comment