Kemunculan dan Perdebatan Golongan Mu'tazilah dan Asy'ariyah

Jasa Penulisan Makalah - Pemikiran–pemikiran para filosofi dari pada ajaran-ajaran dan wahyu–wahyu Allah sehingga banyak ajaran-ajaran islam yang tidak mereka akui karena menyelisihi akal menurut prasangka-prasangka mereka berbicara perpecahan umat islam tidak ada habisnya. Karena terus menerus terjadi perpecahan dan menyempatkan mulai dengan munculnya khowarij dan syiah kemudian muncullah satu kelompok lain yang berkedok dan berlindung dibawah syiar akal dan kebebasan berfikir. Satu syiar yang mengelabui orang – orang yang tidak mengerti bagaimana islam telah telah menempatkan akal pada porsi yang benar. Sehingga banyak kaum muslimin yang terpuruk dan terjerumus masuk dalam pemikiran kelompok tersebut termasuk mu’tazillah.
Pada era yang dewasa ini bermuncullah pemikiran mu’tazillah dengan nama–nama yang cukup menggelitik. Oleh karena itu perlu dibahas asal pemikiran ini agar diketahui penyimpangan dan menyempatkannya dari islam. Maka dalam pembahasan kali ini saya membagi menjadi beberapa devinisi dan pembahasan.

Kemunculan dan Perdebatan Golongan Mu'tazilah dan Asy'ariyah
Murji'ah, Mu'tazilah dan Asy'ariyah


1.2 Tujuan
1.     Mengetahui pengertian mu’tazilah dan asy – ariyah.
2.     Mengetahui pendapat – pendapat para ulama.
1.3 Rumusan Masalah
1.     Devinisi mengenai munculnya golongan Mu’tazilah dan Asy–ariyah.
2.     Pengertian Mu’tazilah dan Asy–ariyah.
3.     Perdebatan masalah–masalah dalam ilmu kalam mengenai mu’tazilah dan asy-ariyah.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Munculnya Golongan Mu’tazilah Dan Asy – Ariyah
2.1.1 Mu’tazilah
Kata Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala dengan makna ( naha’an ) yang berarti menjauhkan / memisahkan diri dari sesuatu aliran dalam ilmu kalam yang umunya para sarjana menyebutnya sebagai mu’tazilah berdasarkan peristiwa yang terjadi antara washil ibn’Atha ( 80H / 699M – 131 H / 748 M ) dan Am ‘ Ibn Ubayd dengan al – Hasan al – Basyri.
Muncultentang pertanyaan tentang kedudukan orang yang berdosa besar. Ketika Al – Hasan Al – Bashry berfikir, wasil berkata bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan juga bukan kafir, tetapi berada diantara dua posisi yang istilahnya Al – Manzilah Bayn Al – Manzilatain. Baca juga: Pemikiran Teologi Ulama Modern Abduh Ahmad Khan Iqbal.

Akan tetapi para ulama berbeda pendapat tentang waktu munculnya golongan ini. Sebagian berpendapat golongan ini timbul sebagai satu kelompok dikalangan pegikut Ali. Mereka mengasingkan diri dari masalah – masalah diantara penganut mazhab yang berasal dari keluarga Nabi ( Ahlul al Bad ) yang termasuk penganut mazhab ini adalah Hasan Al – Bashri sendiri. Hasan Al – Bashri pernah menyatakan pandangan tentang perbuatan manusia sebagaimana pandangan paham Qodariyah, sedangkan pandangan itu merupakan pandangan mereka juga. Seperti yang akan kami terangkan Hasan juga mengemukakan pendapat tentang pelaku dosa besar yang mirip dan tidak bertentangan dengan pendapat mereka. Karena ia berpendapat bahwa pelaku dosa besar adalah munafik. Kesamaannya ialah bahwa orang munafik juga kekal dalam neraka dan tidak termasuk kedalam kelompok orang beriman.
2.1.2 Asy – Ariyah
Pada akhir abad ke – 3 H muncul dua tokoh yang menonjol yaitu Abu Al – Hasan Asy – arij di Bansha dan Abu Mansur Al – Maturi di Samarkan. Mereka bersatu dalam melakukan bantahan terhadap mu’tazilah, meskipun sedikit banyak mereka mempunyai perbedaan.
Aliran Asy – Ariyah terlihat muncul sebagai reaksi terhadap aliran mu’ tazilah. Dalam sejarah tokoh mu’tazilah, washil, mengirim murid muridnya keberbagai dunia islam diantaranya ke maghrib, Turmuz, Yaman, dan Khurasan. Usaha Washil cukup berhasil. Hal ini dibuktkan dengan banyaknya umat islam gurunya dalam berdiskusi. Meskipun begitu pada perkembangan selanjutnya ia menjauhkan diri dari pemikiran para fuqaha dan ahli hadist. Padahal ia sama sekali tidak pernah mengikuti majelis mereka dan tidak pernah mempelajari aqidah berdasarkan metode mereka
BAB III
PEMBAHASAN
1.1 Perdebatan – perdebatan Mu’tazilah
Ilmu kalam adalah objek perdebatan mu’tazilah dalam menghadapi lawan – lawannya, baik dari penganut agama majusi, penyembah berhala, para ahli bid’ah, maupun para ahli fiqh dan hadist, maupun penganut paham Asy – ariyyah dan Maturidiyyah. Pemikiran mereka dicurahkan untuk mendebatkan lawan – lawan tersebut selama sekitar dua abad . Forum- forum para gubernur, menteri, dan ulama disibukkan dengan masalah itu. Pemikiran – pemikiran keislaman saling berbenturan dalam perdebatan yang dibumbui dengan paham – paham Persia, Yunani, India. Gaya dan corak perdebatan mereka memiliki ciri – ciri yang istimewa sehingga berbeda dengan gaya perdebatan yang dilakukan pihak lain. Premis – premis yang mereka kemukakan bertentangan dengan premis – premis yang digunakan oleh mayoritas mazhab lain dalam islam. Akan tetapi, secara umum perdebatan itu tidak menyimpang dari apa yang diserukan islam. Keistimewaan mereka didalam berdebat dan mengkaji masalah antara lain sebagai berikut.
Mereka menjauhi taqlid dan mencegah pengikut mereka untuk menuruti pendapat orang lain tanpa lebih dahulu membahas, menguji dan menganalisis dalil – dalil yang digunakan. Mereka menghormati pendapat dan meteri pendapat, bukan nama besar dari pendapat, bukan nama besar dari yang berpendapat, dan bukan yang mengatakn. Itulah sebabnya mereka tidak saling bertaqlid di antara sesama mereka. Prinsip mereka dalam masalah ini ialahbahwa semua orang yang beriman diberi tanggung jawab dan dituntut berjihat untuk menemukan dasar – dasar agam. Barang kali itu pulalah sebabnya mereka terpecah di beberapa aliran :
1) Al – Washiliyyah    : Aliran yang memilih pemikiran – pemikiran Washil ibn ‘Atha’, seorang tokoh Mu’tazilah yang paling menonjol.
2) Al Hudzailiyyah   : Murid – murid Abu al – Hudzail al – ‘Allaf, seorang tokoh Mu’tazilah abad kedua.
3) Al–Nazhamiyyah    : Pengikut pendapat Ibrahim ibn Sayyar al – Nazham, seorang murid Abu al – Hudzail.
4) Al-Ha’ithiyyah        : Pengikut Ahmad ibn Ha’ith
5) Al-Basyariyyah       : Pengikut Basyar ibn al – Mu’tamar
6) Al-Ma’mariyah       : Pengikut Ma’mar ibn ‘Ubbad al-Salmi
7) Al-Mazdariyyah     : Pengikut ‘Isa ibn Sabih yang dijuluki Abi Musa dan biasa dipanggil dengan al-Mazdar
Tsum amiyyah         : Pengikut Tsumamah ibn Asyras al-Numairi
9) Al-Hisyamiyyah      : Murid – murid Hisyam ibn ‘Umar al-Futhi
10) Al-jahiyyah             : Murid – Murid alJahish, sastrawan yang masyhur dan ulama Mu’tazilah
11) Al-Khyathiyyah      : Murid – murid Abu al-Husain al-Khayyath
12) Al-Jubba’iyyah       : Murid – murid Abu ‘Ali al-Jubba’i, salah seorang guru Abu Hasan al- Asyari yang menjadi tokoh utama Mu’tazilah pada abad ke – 3 H
13) Al-Hasyimiyyah      : Murid – murid Abu Hasyim Abdul Salam ibn Abi Ali al-Jubba’i, tokoh al-Jubba’iyah
Diantara ciri mereka yang lain ialah mereka berpegang teguh pada logika dalam menetapkan aqidah yang dasarnya diambil dari al – Qur’an sehingga mereka tidak menyimpang jauh dari batasan al – Qur’an.
Karena keteguhan dalam berpegang teguh pada logika, mendorng mereka menyerap ilmu – ilmu rasional. Mereka kerahkan untuk menguasai ilmu – ilmu sehingga berhasil menggunakannya untuk memperlancar dan memperkokoh argumentasi dalam menghadapi lawan. Keistimewaan mereka ini menjadi daya tarik bagi para filsafat yang menggabukan antara semangat keagamaan dan pemikiran tanzih ( pensucian tuhan dari segala yang tidak layak baginya) yang menjadi garisnya.
Keistimewaan Mu’tazilah lainnya tampat segi kelihaian berbicara. Mereka yang mempelajari teknik – teknik menumbangkan lawan debatnya dan bersilat lidah. Sebagai contoh :
Ø   Washil ibn ‘Atha’ adalah orator ulung yang menguasai ilmu jiwa, cerdas dan kuat pendirian.
Ø   Ibrahim ibn Sayyar al-Nazham adalah seorang yang cerdas, fasih berbicara, dan ahli dalam syair.
Ø   Abu ‘Utsman ‘Amr alJahizh adalah orator muslimin, pemimpin para ahli ilmu kalam, dan nara sumber para penggemar ilmu hadist. Jika berbicara mengalahkan Sahban dalam kefasihannya dan jika berdebat menandingi al-Nazham dalam kelincahan bicaranya. Ia tokoh utama sastra dan bahasa Arab.
1.2 Mazhab Al-Asy’ari dan Penolakan terhadap Mu’tazilah
Mazhab al-Asy’ari dan posisinya terhadap Mu’tazilah dikemukakan oleh al-Asy’ari dalam pendahuluan kitabnya, al-ibanah. Didalamnya dikemukakan :
“Sebenarnya kebanyakan Mu’tazilah dan Qodariyyah bertaklid kepada para pemimpin dan pendahulu mereka. Mereka menta’wilkan al-Qu’an berdasarkan pendapat para pendahulu. Padahal Allah sama sekali tidak memberikan otoritas kepada mereka untuk melakukannya. Pendapat mereka bahwa al-Qur’an adalah maklhuk sesungguhnya dekat dengan pendapat orang musyrik yang mengatakn al-Quran ini tidak lain hanyalah perkataan manusia. Mereka juga menetapkan dan meyakini bahwa hamba menciptakan kejahatanya, suatu penetapan yang serupa dengan pendapat majusi yang menetapkan adanya pencipta yaitu pencipta kebaikan dan pencipta kejahatan.
Mereka juga berpendapat bahwa Allah menghendaki apa yang tidak ada, sesuatu yang tidak dikehendakinya dapat terjadi. Ini berbeda dengan kaum muslim bahwa sesuatu yang dikehendakinya Allah akan terjadi, sedangkan sesuatu yang tidak dikendakinya tidak akan terjadi. Pernyataan Mu’tazila itu bertentangan dengan firman Allah :


Dan mereka tidaklah menghendaki kecuali apa yang dikehendaki Allah ( Q.s. al-Takwir,29 )
Mu’tazilah juga berpendapat bahwa mereka secara mandiri kuasa atas perbuatan mereka tanpa intervensi Tuhan. Bahkan menegaskan bahwa mereka tidak membutuhkanya dan mensifati Allah berkuasa terhadapnya. Pendapat ini serupa dengan pendapat pemeluk Majusi yang menetapkan bahwa setan berkuasa atas kejahatan, dan tidak mensifati Allah. Berkuasa atas kejahatan itu. Dan mereka disebut golongan Majusi sebab mereka mempercayai kepercayaan Majusi, berpegang pada pendapat mereka, condong kepada kesesaatan mereka, memutuskan manusia dari rahmat Allah , dan menghukumi bahwa orang – orang yang durhaka disiksa didalam neraka untuk selama – lamanya. Ini bertentangan dengan firman Allah :
…..Dan dia mengampuni dosa yang selain syirik itu bagi siapa yang dihendakinya
( Q.s. Al-Nisa, 4:48)
Al-Asy’ari membuat perandaian bahwa jika ada seseorang barkata, “Anda telah menolak pendapat golongan Mu’tazilah,Qodariyyah, Jahmiyyah, Harariyyah, Rafidhah dan Murji’ah.
Ibn Hanbal adalah seorang imam yang mulia dan pemimpin yang paripurna. Melalui dirinya Allah menerangkan kebenaran disaat kesesatan sedang merajarela, menunjukkan jalannya, memalingkan para pembuat bid’ah serta memalingkan kesesatan dan keraguan orang – orang skeptis.
Dengan demikian, jelaslah bahwa al-Asy’ari datang untuk menghidupkan metode berfikir Imam Ahmadi, karena ia mengaanggap metode Imam Ahmadi sebagai metodenya sendiri. Kami mengakui bahwa Allah adalah Maha Esa, tempat bergantung segala sesuatu, tiada tuhan melainkan dia, tidak membutuhkan pendamping, dan tidak beranak ; Muhammad adalah hamba dan rosul-Nya; surga dan neraka adalah benar ; Hari kiamat pasti datang ; serta Allah akan membangkitkan manusia dari kubur dan dia bersemayam di Arasy-Nya sebagaimana firman :Yaitu Tuhan Maha Pemurah, Yang bersemayam diatas Arasy (Q.s. Thaha,20:5). Baca juga: Tafsir Hukum Menyakiti Allah dan Rasul-Nya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Mu’tazilah
Secara harfiah Mu’tazilah adalah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah,aliran ini muncul dibasra;irak pada abat 2H kelahirannya bermula dari tindakan washil bin Atha ( 700-750 ) berpisah dari gurunya Imam Hasan Al – Bashri karena perbedaan pendapat, wasil bin Atha berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti la fasik Imam Hasan Al – Bashri berpendapat mukmin berdosa besar aliran mu’tazilah yang menolak pandangan – pandangan kedua aliran diatas. Bagi mu’tazilah orang yang berdosa besar tidaklah kafir tetapi bukan pula mukmin dan orang demikian dengan istilah al-manzilah bain al manzilatain.
4.1.2 Asy’ – Ariyah
Aliran Asy’ – Ariyah kelihatan muncul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah terhadap pelaku dosa besar. Agaknya Al – Asy’ariyah sebagai wakil ahli As – Sunnah. Tidak mengkafirkan orang – orang yang sujud kebaitullah. Walaupun melakuakan dosa besar, seperti zina dan mencuri menurutnya mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki sekalipun berbuat dosa besar akan tetapi jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini diperbolehkan dan tidak meyakini keharamannya. Ia dipandang telah kafir adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat bertobat, maka menurut Al Asy’ – Ariyah hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Esa berkehendak mutlak.

DAFTAR PUSTAKA

Rojak Abdul, Anwar Rosihon.2006.ilmu kalam.Bandung:cv pustaka setia
Nasution, Harun.1986.Teologi Islam. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia ( UI-PRESS)
Jauhari,Heri.1985.Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.Bandung: CV Pustaka Setia Bandung
Abuddin,Nata.1993.Ilmu Kalam Filsafat dan Tasawuf. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

0 Response to "Kemunculan dan Perdebatan Golongan Mu'tazilah dan Asy'ariyah"

Post a Comment