Tafsir Hukum Menyakiti Allah dan RasulNya

Jasa Penulisan Makalah - Menyakiti Allah SWT adalah perbuatan maksiat. Arti maksiat adalah durhaka atau tidak patuh pada perintah-perintah Allah SWT. Nabi Muhammad dipilih dan dijadikan oleh Allah SWT sebagai RasululNya untuk mensyiarkan agama Allah SWT yang didalamnya juga berkenaan dengan perintah dan laranganNya. Perintah dan larangan ini dibuat demi kemaslahatan seluruh makhlukNya. Didalam al-Qur’an telah banyak disebutkan perintah dan larangan yang telah Allah SWT tetapkan. Dan juga pahala, balasan, serta ancaman bagi orang-orang yang mendurhakainya.

 
Sebagai Rasulullah, apa yang menjadi perintah beliau adalah perintah dari Allah SWT dan apa yang beliau larang adalah larangan dari Allah SWT. Maka, taat kepada Rasulullah berarti taat kepada Allah SWT dan menyakiti Rasulullah berarti menyakiti Allah SWT.

Menyakiti Allah dan RasulNya

Dalam melacak ayat-ayat yang berkenaan dengan tema menyakiti Allah dan RasulNya, penulis menggunakan kata kunci lafaz asal أذي (menyakiti). Dari penelusuran tersebut, ditemukan 5 ayat yang sesuai dengan kata kunci dan berkaitan dengan tema yaitu  :
1.    Surat al-Taubah ayat 61
2.    Surat al-Ahzab ayat 53
3.    Surat al-Ahzab ayat 57
4.    Surat al-Ahzab ayat 58
5.    Surat al-Ahzab ayat 69

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ayat-ayat yang berkaitan tentang menyakiti Allah dan RasulNya, sebab turun, dan munasabahnya

1.    Surat al-Taubah ayat 61 :

ومنهم الذين يؤذون النبي ويقولون هوأذن قل أذن خيرلكم يؤمنون بالله ويؤمن للمؤمنين ورحمة للذين ءامنوامنكم والذين يؤذون رسول الله لهم عذاب أليم
“Dan diantara mereka (orang munafik) ada orang-orang yang menyakiti hati Nabi (Muhammad) dan mengatakan, “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.” Katakanlah, “Dia mempercayai semua yang baik bagi kamu, dia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadikan rahmat bagi orang-orang yang beriman diantara kamu.” Dan orang- orang yang menyakiti Rasulullah akan mendapat azab yang pedih.”

•    Sebab turunnya ayat 61 dari surat al-Taubah
Ayat ini termasuk ayat madaniyah dan memiliki asbab al-nuzul dari beberapa pendapat ulama’. Namun pada hakekatnya memiliki ma’na yang sama. Adapun asbab al-nuzul tersebut adalah :

1.    Riwayat Ibn Haitam dari Ibn ‘Abbas, ia berkata : Nabtal bin Haris datang kepada Rasulullah dan duduk bersamanya serta mendengarkan perkataan beliau. Kemudian Nabtal bin Haris menceritakan kepada orang-orang munafik dengan dibumbui dengan kata uz}un (menerima dan mempercayai semua pembicaraan orang tanpa dicermati lebih dulu). Kata ini merupakan hinaan dan celaan yang menyikiti hati Rasulullah. Maka turunlah ayat tersebut diatas.

2.    Imam al-Qurtubi berpendapat bahwa ayat ini ditujukan kepada ‘Attab bin Qushair yang mengatakan bahwa Muhammad itu seperti uz{un (telinga) yang menerima semua perkataan yang datang padanya.

3.    Ibn ‘Abbas menyatakan bahwa sekumpulan orang-orang munafik menyebut Nabi SAW dengan sebutan yang tidak sepantasnya. Sebagian mereka mengatakan: “Jangan lakukan hal itu, sesungguhnya kami takut menyampaikan kepadanya apa yang kami katakan.” Tetapi Julas bin Suwaid bin Shamit berkata: “Kita berkata semau kita saja.” Kemudian kami pergi ke Rasulullah dan berjanji dengan perkataan-perkataan kami, Rasulullah pun menerima perkataan kami tersebut. Dari sini mereka mengatakan bahwa Muhammad seperti telinga yang selalu mendengarkan perkataan orang. Maka turunlah ayat tersebut.

•    Munasabah ayat
Diantara kebodohan orang-orang munafik adalah mencela Rasulullah dengan menyatakan bahwa Rasulullah itu uz}un (telinga) yang mempercayai semua perkataan dan janji-janji orang terhadapnya. Ayat ini merupakan kelanjutan dari penjelasan ayat sebelumnya, yang mana Allah SWT menyebutkan pada ayat sebelumnya (ayat 60) bahwa mereka (orang-orang munafik) mencela dan memfitnah perbuatan Nabi SAW dalam pembagian zakat dengan mengatakan bahwa Nabi SAW tidak adil dalam membagikan zakat.

2.    Surat al-Ahzab ayat 53

ياأيهاالذين آمنوالاتدخلوابيوت النبي إلاأن يؤذن لكم إلى طعام غيرنظرين إنه ولكن إذادعيتم فادخلوافإذاطعمتم فانتشرواولامستأنسين لحديث إن ذلكم كان يؤذى النبي فيستحي منكم والله لايستحي من الحق وإذاسألتموهنّ متاعافسألوهنّ من وراء حجاب ذالكم أطهرلقلوبكم وقلوبهنّ وماكان لكم أن تؤذوارسول الله ولاأن تنكحواأزواجه من بعده أبدا إن ذلكم كان عندالله عظيما

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya). Tetapi jika kamu dipanggil, maka masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu adalah menganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya (setelah Nabi wafat). Sungguh yang demikian itu sangat besar (dosanya) disisi Allah.”

•    Sebab turunnya ayat 53 dari surat al-Ahzab
Ayat ini termasuk ayat Madaniyah dan pada umumnya, ayat ini lebih dikenal dengan surat hijab. Sebab turunnya ayat ini juga berkenaan dengan hijab. Sebagaimana asbab al-nuzul berikut ini :

1.    Riwayat imam Ahmad, Shaikhon (Bukhari dan Muslim), Ibn Jarir, Baihaqi, dan Ibn Mardawiyah dari Anas bin Malik yang berkata :”Ketika Nabi SAW menikah dengan Zainab binti Jahsh, beliau mengadakan walimah dengan mengundang para sahabat. Selesai menikmati hidangan yang telah tersedia, mereka duduk santai sambil bercakap-cakap dalam waktu yang lama. Kemudian mereka seakan-akan berdiri (akan pamit pulang), tapi ternyata tidak. Ketika melihat hal seperti itu, Nabi SAW berdiri dan sebagian dari sahabat tersebut juga ikut berdiri, lalu pulang. Tetapi masih ada 3 sahabat yang masih duduk di dalam, tidak lama kemudian, merekapun pulang. Setelah semua pulang, aku memberitahukannya kepada Nabi SAW. Dan aku pergi kemudian kembali lagi ke Nabi SAW, ternyata Nabi SAW telah memasang hijab / tabir antara aku dan beliau.  Berkenaan dengan peristiwa tersebut, turunlah ayat ini.”

2.    Riwayat Tirmizi dari Anas yang berkata : “Aku bersama Rasulullah SAW. Beliau tercengang ketika masuk ke kamar pengantin wanitanya, karena beliau melihat banyak orang di kamar tersebut. Rasulullah pun keluar dan kembali masuk lagi ketika orang-orang telah pergi. Kemudian beliau memasang hijab antara Rasulullah dan aku. Kejadian ini aku ceritakan kepada Abu T{alhah, sehingga ia mengatakan : “jika benar apa yang telah engkau katakan, tentu akan turun ayat tentang hal ini.” Maka berkenaan dengan peristiwa ini, turunlah ayat tersebut.

3.    Riwayat Imam Tabrani dengan sanad sahih dari ‘Aishah yang berkata : “aku makan bersama Rasulullahh dan ‘Umar lewat, kemudian Rasulullah mengajaknya makan bersama kami. Ketika itu jariku tersentuh oleh jari Umar, sehingga Umar pun berkata : “Aduhai sekiranya usul saya diterima (untuk memasang hijab), tak seorangpun yang dapat melihat istri anda.” Berkenaan dengan hal ini, turunlah ayat hijab tersebut. Dalam riwayat Bukhari, Umar berkata kepada Rasulullah : “Wahai Rasulullah, orang yang baik dan orang yang fasiq masuk ke rumahmu, apakah sebaiknya engkau memerintahkan Ummahat al-Mu’minin memasang hijab?” Maka turunlah ayat hijab ini.

4.    Riwayat Ibnu Marduwaih dari Ibn ‘Abbas yang mengatakan seorang laki-laki dating kepada Rasulullah dan berlama-lama di tempat duduknya, sehingga Nabi SAW keluar rumah sampai tiga kali agar orang itu ikut keluar,akan tetapi ia tidak keluar. Kemudian ‘Umar dating dengan menunjukkan kebencian dimukanya (ditunjukkan kepada lelaki tersebut) dan ‘Umar pun berkata kepadanya : “engkau telah mengganggu Rasulullah”. Rasulullah berkata : “Aku telah berdiri tiga kali agar ia mengikutiku. Akan tetapi ia tidak melakukannya.” Maka ‘Umar berkata kepada Rasulullah : “Wahai Rasulullah, bagaimana seandainya engkau memasang hijab? Sebab istri-istri engkau berbeda dengan istri-istri yang lain. Hal ini akan lebih mensucikan hati mereka” Maka turunlah ayat hijab. Baca juga: Hukum Roh orang Kafir.

Walaupun banyak perbedaan sebab turunnya ayat ini, namun pada hakekatnya memiliki makna yang sama, yaitu ayat ini turun berkenaan dengan pemasangan hijab untuk melindungi istri-istri Rasulullah yang memiliki keistimewaan tersendiri sehingga berbeda dengan istri-istri orang lain.

Adapun ayat yang berkenanaan langsung dengan menyakiti Allah dan Rasulullah (وماكان لكم أن تؤذوارسول الله ولاأن تنكحواأزواجه من بعده أبداإن ذلكم كان عندالله عظيما) memiliki sabab al-nuzul tersendiri, yaitu :

1.    Dalam riwayat Ibn Zaidan yang berkata : “Rasulullah mendengar seseorang berkata : “jika Nabi SAW telah wafat, aku akan menikahi fulanah (istri Rasulullah). Maka turunlah ayat ini (وماكان لكم أن تؤذوارسول الله) sebagai larangan menikahi istri Rasulullah.

2.    Dalam riwayat Ibn Zaid dari Ibn ‘Abbas yang mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang lelaki yang ingin menikahi salah satu dari istri Rasulullah setelah beliau wafat nanti. Menurut Sufyan, yang dimaksud istri Rasulullah itu adalah ‘Aisyah.

3.    Dalam riwayat Ibn Sa’id dari Abi Bakr dari Muhammad dari ‘Umar bin Hazm berkata : “ayat ini ditujukan kepada T{alhah bin ‘Ubaidillah, karena dia pernah mengatakan, apabila Rasulullah telah wafat, maka aku akan menikahi ‘Aisyah.

4.    Dalam riwayat Juwaibar dari Ibn ‘Abbas, dikemukakan bahwa seoarang laki-laki mendatangi istri Rasulullah dan bercakap-cakap dengannya. Lelaki tersebut adalah anak paman istri Rasulullah. Rasulullah bersabda : “janganlah kamu berbuat seperti ini lagi.” Orang laki-laki itu pun berkata : “Ya Rasulullah, ia adalah puteri pamanku. Demi Allah, aku tidak berkata yang munkar dan dia pun teidak berkata yang munkar juga.” Rasulullah bersabda : “Aku sudah tahu hal itu, tidak ada yang lebih cemburu dari pada Allah, dan tidak ada yang lebih cemburu dari pada aku.” Orang laki-laki tersebut pergi dan berkata : “Ia menghalangiku bercakap-cakap dengan anak pamanku, sungguh aku akan menikahinya setelah ia wafat.” Maka turunlah ayat ini (وماكان لكم أن تؤذوارسول الله)
Ibn ‘Abbas mengatakan bahwa orang tersebut bertaubat dan menebus kesalahannya dalam berucap dengan membebaskan seorang budak perempuan, menyedekahkan sepuluh unta, dan melaksanakan ibadah haji sambil berjalan haji.

•    Munasabah
Setelah menerangkan pengaturan kepribadian Nabi SAW dalam bersikap  kepada umatnya sebagai seorang penyeru dan pengingat kepada Allah SWT, maka pada ayat ini Allah menetapkan peraturan yang berkaitan dengan adab sopan santun kaum muslimin dalam berhubungan dengan Nabi SAW.

3.    Surat al-Ahzab ayat 57 :

إن الذين يؤذون الله ورسول الله ورسوله لعنهم الله في الدنياوالأخرة وأعدّلهم عذابامهينا
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghhinakan mereka.”

4.    Surat al-Ahzab ayat 58 :
والذين يؤذون المؤمنون والمؤمنات بغيرمااكتسبوافقداحتملوابهتناوإثمامبينا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat. Maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.
•    Sebab turunnya ayat 57 dan 58 dari surat al-Ahzab

Ayat ini termasuk ayat madaniyah. Beberapa riwayat menyebutkan tentang sabab al-nuzul ayat ini. Diantaranya adalah riwayat Ibn Abi Haitam dari Ibn ‘Abbas berkata : “ayat ini diturunkan sebagai ancaman kepada orang-orang menyakiti Rasullah ketika menikahi S{afiyah binti  Huyyai (wanita yahudi).
Kemudian Juwaibar bin D{ahak dari Ibn ‘Abbas berkata bahwa ayat ini diturunkan kepada ‘Abdullah bin Ubai bersama orang-orang yang memfitnah ‘Aisyah, sehingga Rasullah berkhutbah dan bersabda : “Siapa diantara orang yang menghalangiku dengan jalan menyakitiku dan mengmpulkan meeka di dalamnya?”

•    Munasabah ayat
Setelah Allah SWT memerintahkan orang mukmin meminta izin untuk masuk ke rumah Nabi SAW dan ketidakbolehan melihat wajah para istri Rasulullah sebagai kemulyaan, serta menjelaskan kemulyaan Rasullah SAW di hadapan Allah SWT, malaikat-malaikatNya, dan hamba-hambaNya. Maka pada ayat ini Allah SWT menerangkan kebalikan dari kemulyaan atau penghormatan tersebut, yaitu penghinaan terhadap Allah dan RasulNya, sehingga menyakiti Allah dan RasulNya.  Dan pada ayat-ayat sebelumnya telah dijelaskan larangan menyakiti Rasul, maka pada ayat ini, Allah SWT menegaskan ancaman (balasan) terhadap orang-orang yang menyakiti Allah dan RasulNya.

5.    Surat al-Ahzab ayat 69 :
ياأيهاالذين ءامنوالاتكونواكالذين ءاذواموسى فبرأه الله مماقالواوكان عندالله وجيها
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; Maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah”.
•    Munasabah ayat
Ayat ini termasuk surat madaniyah dan tidak ditemukan sabab al-nuzul nya. Setelah menerangkan laknat Allah kepada orang-orang kafir dan akan menempatkan di neraka dengan siksa yang pedih, maka pada ayat ini Allah SWT kembali menegaskan agar tidak berbuat seperti orang-orang kafir yang tidak patuh pada perintah-perintahNya. Diantaranya adalah menyakiti Rasulullah sebagaimana umat-umat terdahulu khususnya umat Nabi Musa yang dulu juga pernah menyakiti Nabi Musa ketika beliau sedang berdakwah mensyiarkan agama Allah SWT. Artikel lain yang relevan: Larangan Membujang.

•    Analisa ayat-ayat Madaniyah
Lima ayat tersebut merupakan surat Madaniyah, yang mana pada surat al-Taubah ayat 61, surat al-Ahzab ayat 53 merupakan ayat-ayat yang secara khusus melarang untuk menyakiti Rasullah dengan disertai contoh sikap yang termasuk. Adapun surat al-Ahzab ayat 57, merupakan ayat yang secara umum menyatakan larangan untuk menyakiti Allah dan RasululNya. Kemudian dilanjutkan ayat 58 yang juga secara umum menjelaskan larangan menyakiti orang-orang mukmin. Dan kembali ditegaskan pada ayat 69 yang secara umum pula melarang bersikap seperti umat Nabi Musa dulu yang pernah menyakiti Nabi Musa.

B.    Menyakiti Allah SWT dan RasulNya
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa menyakiti Allah SWT adalah berbuat maksiat dengan tidak patuh pada perintah-perintahNya. Berbuat maksiat kepada Allah SWT bisa dibedakan menjadi dua macam, yaitu  :

1.    Berbuat maksiat kepada Allah SWT secara tidak langsung. Seperti tidak patuh pada perintah Allah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dengan mengatakan “ah” atau membentaknya. Sebagaimana yang ditegaskan pada surat al-Isra’ ayat 23 :

وقضى ربك أن لا تعبدوا إلا إياه وبالوالدين إحسانا إما يبلغن عندك الكبر أحدهما أو كلاهما فلا تقل لهما أف ولا تنهرهما وقل لهما قولا كريما
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampaai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali engkau mmengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”.

2.    Berbuat maksiat kepada Allah SWT secara langsung. Seperti :
-     Mendahului ketetapan Allah SWT dan RasulNya, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-hujurat ayat 1 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
-     Melanggar perintahNya dengan menyukutukanNya,  sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi mengatakan bahwa “Allah itu pelit (يدالله مغلولة) [QS. Al-Maidah : 64], dan “Uzair anak Allah (عزيرابن الله)” [QS. Al-Taubah : 30]. Begitu juga dengan perkataan orang-orang Nasrani yang mengatakan bahwa : “Al-Masih anak Allah (المسيح ابن الله)” [QS. Al-Taubah : 30]. Orang-orang musyrik pun berkata bahwa Malaikat-malaikat itu anak-anak perempuan Allah, dan berhala-berhala itu teman-teman Allah.

Menyakiti Rasulullah yaitu berbuat maksiat, menghina, mencela, mengganggu, dan lain sebagainya yang  bisa menghalanginya dalam berdakwah mensyiarkan agama Allah, Islam. Adapun beberapa contoh dari perbuatan-perbuatan yang menyakiti Rasulullah adalah :

1.    Mencela Rasulullah dengan menyebutnya curang atau tidak adil dalam membangikan zakat. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Dzul-Khuwaisirah yang datang kepada Rasulullah ketika membagikan, ia berkata “Wahai Rasulullah, hendaklah kamu berlaku adil”. Rasulullah menjawab : ”Celakalah dirimu, siapa yang akan berbuat adil kalau diriku saja tidak berbuat adil?”.   Dari peristiwa tersebut, maka turunlah ayat 58 dari surat al-Taubah :

ومنهم من يلزمك في الصدقات فإن أعطوامنهارضواوإن لم يعطوامنهاإذاهم يسخطون
“Dan diantara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat. Jika mereka diberi sebagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah”. 

2.    Mencela Rasulullah dengan sebutan uzun (telinga) yang mempercayai semua perkataan dan janji-janji orang terhadapnya.
Sebagaimana yang telah diperbuat oleh orang-orang munafik yang telah dijelaskan dalam asbab al-nuzul ayat 61 surat al-Taubah :

ومنهم الذين يؤذون النبي ويقولون هوأذن قل أذن خيرلكم يؤمنون بالله ويؤمن للمؤمنين ورحمة للذين ءامنوامنكم والذين يؤذون رسول الله لهم عذاب أليم
“Dan diantara mereka (orang munafik) ada orang-orang yang menyakiti hati Nabi (Muhammad) dan mengatakan, “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.” Katakanlah, “Dia mempercayai semua yang baik bagi kamu, dia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadikan rahmat bagi orang-orang yang beriman diantara kamu.” Dan orang- orang yang menyakiti Rasulullah akan mendapat azab yang pedih.”

Orang-orang munafik sengaja menyakiti Rasulullah dengan mencelanya uzun, yakni menerima semua ucapan yang datang kepadanya dan mempercayai semua janji-janji yang diucapkan orang-orang kepada beliau, sehingga ia akan mudah tertipu dengan ucapan dan janji orang-orang yang menipu dayanya.

Maka dalam ayat ini Allah SWT menolak perbuatan orang-orang munafik tersebut dengan menyatakan bahwa Rasulullah itu uzun khoirin la uzun sharrin (telinga yang baik bukan telinga yang jelek), yakni mendengarkan wahyu-wahyu Ilahi yang turun kepadanya dan menyampaikannya kepada orang-orang munafik demi kebaikan mereka. Sebab di dalam wahyu itu terdapat kebaikan dan kemaslahatan bagi mereka.  Beliau juga mau mendengarkan perkataan dan keluhanmu (orang-orang munafik)  dengan sopan serta berusaha mencarikan solusinya.  Dan beliau tidak membongkar kemunafikan mereka di depan umum. Sebab beliau beriman kepada Allah SWT dengan mempercayai semua informasi yang datang dariNya tentang mereka dan orang-orang selain mereka. Dan beliau juga mempercayai orang-orang mu’min sebab beliau mengetahui kesungguhan iman mereka melindungi mereka dari berdusta ataupun memutar lidah mereka untuk memfitnah orang lain. Beliau juga menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman, baik orang tersebut benar-benar beriman atau hanya tampak beriman (iman di lidah saja), sebagaiman imannya orang-orang munafik yang hanya tampak beriman. Beliau menerima ketampakan iman mereka dan beliau tidak membuka rahasia (kemunafikan) mereka didepan umum. Beliau tidak berbuat seperti orang-orang musyrik perbuat. Itu semua beliau lakukan karena budi baik dan kasihnya kepada orang-orang munafik.

3.    Mengganggu atau menyulitkan Rasulullah dan bahkan sampai menikahi istri-istri Rasulullah.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa para sahabat yang diundang oleh Rasulullah unutnk menghadiri acara walimah di rumah beliau, telah mengganggu atau menyulitkan beliau. Sebab, selesai acara tersebut mereka tidak langsung pulang, tetapi berlama-lama di tempat duduknya. Padahal Rasulullah sudah member isyarat agar mereka segera pulang. Peristiwa ini menjadi asbab al-nuzul dari suart al-Ahzab ayat 53 :

ياأيهاالذين آمنوالاتدخلوابيوت النبي إلاأن يؤذن لكم إلى طعام غيرنظرين إنه ولكن إذادعيتم فادخلوافإذاطعمتم فانتشرواولامستأنسين لحديث إن ذلكم كان يؤذى النبي فيستحي منكم والله لايستحي من الحق وإذاسألتموهنّ متاعافسألوهنّ من وراء حجاب ذالكم أطهرلقلوبكم وقلوبهنّ وماكان لكم أن تؤذوارسول الله ولاأن تنكحواأزواجه من بعده أبدا إن ذلكم كان عندالله عظيما
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya). Tetapi jika kamu dipanggil, maka masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu adalah menganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya elama-lamanya (setelah Nabi wafat). Sungguh yang demikian itu sangat besar (dosanya) disisi Allah.” 

Melihat asbab al-nuzul diatas yang menggambarkan keterlambatan pulang setelah makan, dengan teks ayat yang menggambarkan kedatangan terlalu cepat sebelum tiba waktu makan / waktu undangan, maka ayat ini juga mengajarkan umat Islam untuk datang tepat waktu dalam memenuhi undangan. Tidak terlambat datang sehingga tidak membuat orang yang tepat waktu menunggu dan tidak terlalu cepat datang sehingga mengganggu tuan rumah. Di sisi lain, tidak terlambat kembali karena ini pun bisa mengganggu tuan rumah. 

Sebagaimana yang telah terjadi pada Rasulullah SAW. Karena luhurnya akhlak beliau, sehingga beliau malu mengusir para tamunya, kendati kehadiran mereka mengganggu beliau.  Maka dari itu, diakhir ayat ini ada ketentuan tidak boleh bagi orang-orang mu’min mengganggu, menyulitkan Rasulullah dan juga dilarang menikahi istri-istrinya setelah beliau wafat. Sebab hal ini termasuk sikap yang menyakiti Rasulullah. Selain itu istri-istri Rasulullah berkedudukan sebagai ibu-ibu orang mu’minin (ummahat al-mu’minin), maka haram anak menikahi ibunya. Barang siapa yang melanggar larangan ini, maka dosanya sangat besar. 

4.    Menghina Rasulullah dengan menyebutnya sebagai penyair gila. Sebagaimana dijelaskan pada surat al-Saffat ayat 36-37 :
وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا آَلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ (36) بَلْ جَاءَ بِالْحَقِّ وَصَدَّقَ الْمُرْسَلِينَ (37) إِنَّكُمْ لَذَائِقُو الْعَذَابِ الْأَلِيمِ (38(
“Dan mereka berkata, “Apakah kami harus meninggalkan sesembahan kami karena penyair gila?”.

“Padahal dia (Muhammad) datang dengan membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya)”.
“Sungguh kamu pasti akan ,merasakan azab yang pedih”. .

5.    Meninggikan suara melebihi suara Rasulullah dan memanggil Rasulullah dari luar kamar dengan berteriak.

Maksud dari meninggikan suara melebihi suara Rasulullah yaitu berbicara dengan suara keras dan nyaring ketika berbicara dengan Rasulllah. Sikap seperti ini sangat dilarang, karena orang yang diajak bicara seakan-akan tidak mendengar apa yang telah diucapkannya sehingga mengangkat suara. Larangan tersebut dinyatakan dalam surat al-Hujurat ayat 2 :

ياأيهاالذين آمنوالاترفعواأصواتكم فوق صوت النبي ولاتجهرواله بالقول كجهربعضكم لبعض أن تحبط أعمالكم وأنتم لاتشعرون
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninngikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata padanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagaian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari”. 

Begitu juga dengan memanggil Rasulullah dari luar kamar dan memanggilnya Muhammad tanpa disertai kunyah atau laqab (gelar). Sikap ini tidak menghormati atau memulyakannya. Hal ini pernah terjadi ketika orang-orang Arab berkunjung ke rumah Rasulullah, mereka berteriak memanggil Rasulullah dari luar dengan ucapan : “Hai Muhammad!”. Maka peristiwa ini menjadi asbab al-nuzul dari surat al-Hujurat ayat 4   : 

إن الذين ينادونك من وراء الحجرات أكثرهم لايعقلون
“Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti”. 

Ayat tersebut sebagai penegasan bahwa memanggil Rasulullah dari luar kamar itu bukan dari akhlak karimah yang diajarkan oleh Islam. Dua ayat tersebut tidak terbatas pada Rasulullah saja, tetapi juga sebagai pelajaran untuk seluruh umatnya supaya menghormati orang lain, memanggil dengan nama yang baik, berbicara dengan sopan, dan bersikap dengan akhlak-akhlak yang terpuji, sehingga tidak sampai menyakiti orang lain. Sebab menyakiti orang lain juga dilarang dengan ancaman dosa. Sebagaimana yang ditegaskan dalam surat al-Ahzab ayat 58 :

والذين يؤذون المؤمنون والمؤمنات بغيرمااكتسبوافقداحتملوابهتناوإثمامبينا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat. Maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. 

Menyakiti orang lain berarti menyakiti Rasulullah, dan menyakiti Rasulullah berarti juga telah menyakiti Allah. Larangan menyakiti orang lain baik kepada orang muslim atau non muslim yang tidak berbuat kesalahan adalah suatu hal yang dilarang oleh Allah SWT dan telah disampaikan oleh Rasulullah, apabila hal itu dilanggar maka akan menyakiti Allah SWT dan RasulNya.

C.    Hukum Menyakiti Allah Dan Rasulnya
Adapun hukum menyakiti Allah SWT dan RasulNya dengan berbagai macam sikap yang menyakiti yaitu berbuat maksiat adalah suatu perbuatan yang sangat dilarang dan diancam dengan azab-azab yang pedih. Sebagaimana ayat-ayat diatas dan di bawah ini yang secara tegas dan berulang-ulang menyatakan azab-azab tersebut :

إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan”.[QS Al Ahzab : 57]

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ ءَاذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah”.[QS Al Ahzab : 69]

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih“.[QS At Taubah : 61]

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan“.[QS An Nisaa’ : 14]

إِلَّا بَلَاغًا مِنَ اللَّهِ وَرِسَالَاتِهِ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
“Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya, sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya“.[QS Al Jinn : 23]

BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa :
1.    Menyakiti Allah SWT adalah perbuatan maksiat (durhaka atau tidak patuh pada perintah-perintah yang telah Allah SWT tetapkan). Begitu juga menyakiti Rasulullah, termasuk perbuatan maksiat yang banyak dilakukan dengan menghina, mancela, menyulitkan, atau segala hal yang bisa menghalangi beliau dalam berdakwah mensyiarkan agama Allah SWT.
2.    Perbuatan menyakiti Allah dan RasulNya adalah perbuatan yang benar-benar dilarang. Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menerangkan larangan menyakiti Allah dan RasulNya disertai dengan ancaman dan balasan bagi orang yang melakukannya.

Daftar Pustaka

Al-Husni, Fath al-Rahman li Talab Ayat al-Qur’an, Indonesia : Maktabah Dahlan, t.t.
Dahlan, Abdul Aziz (et.al), Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung : Diponegoro, 2006.
Muhali, A. Mujab, Asbabun Nuzul : Studi Pendalaman Al-Qur’an, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2002.
Quthb, Sayyid, Tafsir fi Dhilal al-Qur’an, Maktabah Shamilah.
Dahlan, Shaleh, Asbabun Nuzul : Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, Bandung: Diponegoro, tt.
 Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta : Lentera Hati, 2002.
Zuhaili, Wahbah, Al-Tafsir Al-Munir Fi Al-‘Aqidatuh Wa Al-Shari’atuh  Wa Al-Manhaj,  Beirut : Dar el-Fikr, 1991.

0 Response to "Tafsir Hukum Menyakiti Allah dan RasulNya"

Post a Comment